Selasa 21 Dec 2021 14:42 WIB

Bank Sentral Tarik Stimulus, Pasokan Obligasi Bakal Meningkat

Permintaan obligasi bank sentral diprediksi turun hingga 2 triliun dolar AS.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Friska Yolandha
Trem melaju ke kota dengan latar belakang Bank Sentral Eropa di Frankfurt, Jerman, Rabu, 19 Mei 2021. Bank sentral di beberapa negara maju berpotensi memangkas pembelian obligasi sebanyak 2 triliun dolar AS pada tahun depan.
Foto: AP/Michael Probst
Trem melaju ke kota dengan latar belakang Bank Sentral Eropa di Frankfurt, Jerman, Rabu, 19 Mei 2021. Bank sentral di beberapa negara maju berpotensi memangkas pembelian obligasi sebanyak 2 triliun dolar AS pada tahun depan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank sentral di beberapa negara maju berpotensi memangkas pembelian obligasi sebanyak 2 triliun dolar AS pada tahun depan. Kondisi ini disebut akan berdampak pada meroketnya biaya pinjaman pemerintah.

Dalam beberapa tahun terakhir, khususnya sejak pandemi Covid-19 terjadi pada Maret 2020, bank sentral secara efektif mendukung belanja pemerintah, membersihkan sebagian besar utang dan mencegah imbal hasil naik terlalu tinggi.

Baca Juga

Namun jika bank sentral melonggarkan stimulus era pandemi, kelangkaan obligasi dapat berubah menjadi kelebihan. JPMorgan memperkirakan permintaan obligasi bank sentral di seluruh Amerika Serikat, Inggris, Jepang, dan zona euro akan turun 2 triliun dolar AS pada 2022 menyusul pengurangan 1,7 triliun dolar AS tahun ini.

JPMorgan memperkirakan imbal hasil 10 tahun AS, Jerman dan Inggris masing-masing akan naik 75, 45 dan 55 basis poin pada akhir 2022. Secara global, JPMorgan memperkirakan bank sentral akan menurunkan pembekuan obligasi sekitar 3 triliun dolar AS, yang artinya akan berimbas pada kenaikan imbal hasil menjadi rata-rata 20-25 basis poin.

"Inflasi masih sangat tinggi, bank sentral berada di belakang kurva dalam hal menaikkan suku bunga, dan pada saat yang sama pasokan yang besar. Ini kombinasi yang cukup memabukkan untuk pasar obligasi," kata kepala suku bunga dan kas di Royal London Asset Management, Craig Inches, dilansir Reuters Senin (20/12).

Sementara itu, bank sentral AS Federal Reserve akan mengakhiri pembelian obligasi bulanan senilai 120 miliar dolar AS. Skema pembelian obligasi Bank of England (BoE) sebesar 1,18 triliun dolar AS juga berakhir bulan ini. Program Pembelian Darurat Pandemi (PEPP) Bank Sentral Eropa senilai 2,09 triliun dolar AS juga akan berakhir.

Untuk mengimbangi penarikan PEPP, Bank Sentral Eropa untuk sementara waktu akan menggandakan stimulus bulanan yang ada menjadi 40 miliar euro. Sementara itu, The Fed dan BoE akan terus mengembalikan dana dari obligasi yang jatuh tempo ke pasar.

Inggris bisa menjadi pasar yang paling terpengaruh. Diperkirakan investor swasta harus menyerap 110 miliar pound emas bersih pada 2022  dibandingkan 14 miliar pound tahun ini. Hal tersebut mengingat pembelian obligasi BoE pada 2021 hampir mencapai 170 miliar pound.

Terlebih lagi, BoE berencana untuk menghentikan reinvestasi hasil utang yang jatuh tempo setelah suku bunga mencapai 0,5 persen, level yang mungkin terjadi pada pertengahan 2022. Setelah suku bunga mencapai 1 persen, BoE mungkin mempertimbangkan untuk menjual obligasi yang dimilikinya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement