REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana, Suparji Ahmad, mengatakan tindakan guru pesantren di Bandung yang melakukan pemerkosaan terhadap belasan santriwati merupakan tindakan di luar nalar kemanusiaan. Sehingga harus dihukum mati berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak.
"Ini tindakan biadab, keji bahkan di luar nalar kemanusiaan normal. Tidak penting apa latar belakang guru tersebut, yang jelas perbuatannya merupakan pidana berat," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (21/12).
Kemudian, ia melanjutkan jika korban lebih dari satu orang mengalami trauma, gangguan alat reproduksi atau gangguan jiwa, maka pelaku dapat dihukum mati. Hal ini berdasarkan pasal 81 ayat 5 Undang-Undang Perlindungan Anak.
Maka dari itu, guru pesantren itu bisa dikenakan pidana mati. Ia mengingatkan pelaku-pelaku kejahatan berat asusila jangan sampai diberi hukuman ringan.
"Apabila tidak sampai pada hukuman mati, kami berharap dilakukan kebiri kimia sebagaimana pasal 81 ayat 7. Hal ini semata-mata untuk memberikan efek jera tidak hanya untuk yang bersangkutan tapi juga untuk orang lain yang ingin melakukan tindakan serupa sehingga kedepan tidak ada lagi predator seksual yang melancarkan aksinya," katanya.
Ia berharap para korban mendapat pendampingan. Pendampingan harus berkelanjutan demi menjaga mental mereka. Komnas Anak dan lembaga lain yang bertugas dalam hal ini harus berperan maksimal.
"Mengingat anak-anak merupakan usia rentan mengalami trauma yang dapat mempengaruhi masa depannya," ujarnya.
Sebelumnya diketahui, sidang lanjutan kasus dugaan pelecehan seksual dengan terdakwa Herry Wirawan terhadap belasan santriwati akan kembali digelar pada Selasa (21/12) di Pengadilan Negeri Bandung. Terdakwa berada di Rutan Kebonwaru Bandung, sedangkan saksi datang ke pengadilan maupun secara virtual.
"Teknis persidangan sudah kita atur, ada saksi yang datang dan ada saksi via Zoom," ujar Kasipenkum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Dodi Gazali Emil saat dihubungi wartawan, Senin (20/12).
Dodi mengatakan, agenda sidang yaitu memerika sejumlah saksi, namun pihaknya tidak dapat menyebutkan satu persatu para saksi. "Saksi itu anak, saya enggak bisa jelaskan identitasnya karena anak. Kita tidak bisa jelaskan juga siapa yang hadir," katanya. Total terdapat tiga saksi yang akan dimintai keterangan. "Ada tiga orang saksi," ucapnya.