Selasa 21 Dec 2021 17:37 WIB

PDIP Sebut Anies Ciptakan Kegaduhan karena Naikkan UMP DKI

DPD mendukung keputusan Anies yang memberikan keadilan kepada buruh.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Ilham Tirta
Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono (kanan).
Foto: Dok pribadi
Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono menyoroti revisi upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta dari 0,85 persen (Rp 38 ribu) menjadi 5,1 persen (Rp 225 ribu). Menurut Gembong, jika melakukan revisi, seharusnya Pemerintah Provinsi DKI memiliki dasar yang kuat, alih-alih dari perubahan sepihak.

“Saya kemarin itu telepon Dinas Tenaga Kerja (DKI), malah akan ada revisi lagi. Jadi tidak ada kepastian hukum. Jadi saya pikir Anies ini mau menciptakan kegaduhan terhadap rakyatnya,” kata Gembong, Selasa (21/12).

Baca Juga

Dia menambahkan, langkah yang dilakukan Anies berpotensi menciptakan suasana tidak kondusif antara pengusaha dengan buruh. Meskipun, kata dia, hal itu tetap didukung para pengusaha yang bisa mengikuti revisi dari perubahan UMP 2022.

“Tapi bagaimana dengan pengusaha yang tidak mampu? Kan dasar Pergub ini kan buat semua tenaga kerja,” tutur dia.

Dengan dasar itu, lanjut Gembong, Anies telah menciptakaan kegaduhan. Dikatakannya, hal itu diimplementasikan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dengan langsung ke PTUN untuk menggugat revisinya. “Jadi kepercayaan buruh ke pengusaha tidak kondusif lagi. Jadi nanti kami Komisi B bakal panggil lagi untuk tanya dasar revisinya,” kata dia.

Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan mengatakan, kenaikan UMP DKI Jakarta sesuai arahan Kemenaker sebelumnya yang hanya 0,85 persen, tidak bisa diberlakukan di Jakarta. Terlebih, ketika kenaikan sebesar Rp 38 ribu itu diklaim Anies tidak adil.

“Maka itu, kami merasa formula yang diberikan kepada kami, khususnya di Jakarta, tidak memberikan rasa keadilan,” kata Anies saat ditemui di Masjid Sunda Kelapa, Ahad (19/12).

Anies memerinci, kenaikan UMP sebesar 0,85 persen tidak masuk akal jika melihat inflasi di Jakarta yang ada di angka 1,1 persen. Menurut dia, UMP sudah seharusnya berada di atas angka inflasi. “Di mana-mana kalau kenaikan UMP ada di atas inflasi,” jelas dia.

Anies tidak setuju dengan tudingan adanya para pengusaha yang tidak menerima keputusan itu. Menurut Anies, para pengusaha merupakan pihak yang justru bisa merasakan jika pertambahan angka pada pendapatan buruh terlalu kecil.

“Karena itulah untuk memberikan rasa keadilan pada semua, bagi buruh, ada pertambahan pendapatan yang masuk akal,” kata dia.

Keputusan Anies didukung

Wakil ketua dewan Perwakilan Daerah (DPD), Sultan B Najamudin memuji kebijakan menaikkan UMP Anies Baswedan. Ia menganggap, kebijakan itu bentuk keberpihakan kepada kelompok buruh.

"Itu simbol keberpihakan negara kepada masyarakatnya sendiri. Kita berutang terima kasih kepada pengusaha, tapi buruh berhak memperoleh pendapatan yang adil dan proporsional," kata Najamudin dalam keterangan pers yang diterima Republika.co.id pada Selasa (21/12).

Najamudin meyakini, Anies Baswedan sudah melakukan kalkulasi terkait hak dan kewajiban pengusaha dan buruh sebelum mengambil keputusan. Menurutnya, DKI Jakarta secara sosial ekonomi memiliki karakteristik yang unik hingga pantas untuk diperlakukan berbeda dari daerah lainnya.

"Aturan dan standar perhitungan upah minimum DKI tidak bisa dibatasi dengan aturan yang berlaku secara nasional. Ini daerah yang istimewa. Size ekonominya luar biasa besar," kata mantan Wakil Gubernur Bengkulu tersebut.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement