Selasa 21 Dec 2021 19:03 WIB

Hilirisasi Timah Peluang Industri Dalam Negeri

Saat ini lebih dari 90 persen logam timah produksi Indonesia dieskpor ke luar negeri.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Nidia Zuraya
Produk PT Timah. Pemerintah Indonesia meminta industri pertambangan melakukan hilirisasi industri mineral dan pertambangan, termasuk komoditas timah.
Foto: timah.com
Produk PT Timah. Pemerintah Indonesia meminta industri pertambangan melakukan hilirisasi industri mineral dan pertambangan, termasuk komoditas timah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia meminta industri pertambangan melakukan hilirisasi industri mineral dan pertambangan. Presiden Jokowi baru-baru ini mengemukakan ke depan Indonesia tidak akan mengeskpor bahan mentah lagi. 

Untuk itulah perusahaan diminta secepatnya melakukan hilirisasi produk di dalam negeri untuk meningkatkan nilai tambah (added value) sehingga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri. 

Baca Juga

Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza Pahlevi mengatakan perusahaan telah sejak lama melakukan hilirisasi timah dengan mendirikan anak usaha PT Timah Industri pada 1998 dan PT Timah Industri memproduksi tin chemical pada 2010 serta tin solder pada 2015.

"PT Timah sudah melakukan hilirisasi timah sejak dulu dengan mendirikan PT Timah Industri yang concern dalam melakukan hilirisasi timah. Tujuan utamanya meningkatkan nilai tambah dengan ekspansi pasar khususnya produk turunan timah," ujar Riza dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (21/12).

Riza menyampaikan kehadiran PT Timah Industri juga berperan dalam mendukung serapan konsumsi timah dalam negeri. Saat ini lebih dari 90 persen logam timah produksi Indonesia dieskpor ke luar negeri. 

Direktur Utama PT Timah Industri Ria Wardhani Pawan mengatakan saat ini PT Timah Industri sebagai perusahaan manufaktur, telah menerapkan standar internasional dan nasional serta standar lainnya seperti FDA untuk Pasar Amerika dan REACH untuk Pasar Eropa. 

Ria mengatakan, Timah Industri telah melakukan hilirisasi logam timah dengan membuat produk tin chemical dan tin solder untuk memenuhi kebutuhan pasar ekspor ke Amerika, India, Cina, Taiwan dan beberapa negara Eropa. Kebutuhan pasar tin chemical dan tin solder dalam negeri masih sangat kecil.  

"Hilirisasi logam timah menjadi tin solder dapat meningkatkan value added menjadi sekitar dua kali lipat sedangkan dari logam timah menjadi tin chemical sekitar tiga kali lipat," ujar Ria.

Ria mengatakan Timah Industri saat ini memiliki tiga pabrik kimia dan 1 pabrik tin solder yaitu Stannic Chloride (SnCl4) berkapasitas 3.000 ton dengan merek BANKASTANNIC, Dimethyltin Dichloride (DMT) berkapasitas 8 ribu ton dengan merek BANKASTAB DMT Series, kemudian, Methyltin Stabilizer (MTS) berkapasitas 10 ribu ton dengan merek BANKASTAB MT Series, dan tin solder berkapasitas 2 ribu ton dengan merek BANKAESA.

Ria menerangkan, produk tin solder digunakan pada industri elektronik dan otomotif, sedangkan tin chemical digunakan pada industri Polyvinyl chloride (PVC) sebagai bahan aditif tin stabilizer untuk pembuatan pipa konstruksi, profile, plastik PVC transparan dan lainnya. 

Sementara itu, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan sudah seharusnya melakukan hilirasi produk termasuk timah sehingga bisa meningkatkan nilai tambah produk yang dihasilkan. 

Apalagi kata dia timah memiliki banyak mineral ikutan berupa Logam Tanah Jarang (LTJ) yang saat ini sedang diburu dunia. Dengan adanya hilirisasi tidak hanya memberikan dampak positif bagi perusahaan tapi juga negara dan masyarakat. 

"Hilirisasi sudah sangat tepat dan memang harus dilakukan, cuma harus dilihat juga sejauh mana kesiapan investasi program hilirisasi, jangan sampai dengan potensi yang ada justru tidak memberikan dampak yang signifikan," ujar Mamit.

Mamit menilai hilirisasi yang dilakukan PT Timah Tbk sudah sangat bagus dan harus dioptimalkan sehingga meningkatkan diversifikasi produk sehingga tidak lagi mengeskpor raw material. 

"Ketika PT Timah Tbk berhasil melakukan hilirisasi ini menjadi point penting suatu pencapaian yang harus kita apresiasi, karena hilirisasi memang harus dilakukan," ungkap Mamit.

Disinggung, soal masih rendahnya konsumsi dalam negeri dari produk hilirisasi timah, Mamit cukup menyayangkan hal ini, karena menurutnya saat ini seharusnya jika ada industri dalam negeri bisa memanfaatkan bahan baku dari dalam negeri juga.

"Kalau hilirisasi sudah dilakukan, tapi konsumsi dalam negeri masih rendah ini yang perlu perhatian, pemerintah juga harus mendorong untuk industri menggunakan material bahan baku diambil dalam negeri," kata Mamit.

Pemerintah, kata Mamit, melalui Kementerian Perindustrian sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang no 3 tahun 2014 tentang perindustrian nasional telah mengatur hal ini, termasuk dalam Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 2019.

"Kita wajib mencintai produk-produk dalam negeri, karena ini memberikan multiplier efek yang sangat luar biasa. Ketika ada yang di dalam negeri, ya gunakan yang itu," ungkap Mamit.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement