REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Serial romantis K-drama 'Snowdrop' telah memicu kritik karena telah mendistorsi sejarah gerakan pro-demokrasi Korea Selatan pada akhir 1980-an. Hal ini telah mendorong seruan untuk pembatalan acara itu dan penarikan sponsor perusahaan.
Drama primetime akhir pekan di JTBC ini bercerita tentang hubungan romantis antara Young-ro (seorang mahasiswi Korea Selatan) dan Su-ho (seorang mata-mata Korea Utara) sebelum pemilihan presiden 1987. Kritik pedas muncul setelah dua episode pertama akhir pekan ini, yang menggambarkan Young-ro memberikan perlindungan kepada Su-ho.
Su-ho mencari perlindungan ke asrama dengan berlumuran darah. Young-ro keliru menganggap Su-ho adalah seorang pengunjuk rasa pro-demokrasi yang dikejar-kejar oleh agen rahasia negara yang sewenang-wenang, di bawah kediktatoran militer. Su-ho, mata-mata Korea Utara dengan misi mengganggu pemilihan presiden 1987, terus berpura-pura menjadi aktivis pro-demokrasi tanpa mengungkapkan identitas aslinya kepada Young-ro.
Dilansir Yonhap News pada Selasa (21/12), kritikus mengatakan cerita itu dapat memperkuat narasi pemerintah otoriter masa lalu bahwa aktivis mahasiswa pro-demokrasi terkait dengan Korea Utara, ketika banyak aktivis dan pembangkang disiksa dan dituntut atas tuduhan palsu sebagai mata-mata Korea Utara. Sebuah petisi diunggah di buletin daring kantor kepresidenan Cheong Wa Dae yang menyerukan penghentian produksi TV pada Ahad lalu. Lebih dari 300 ribu orang telah menandatanganinya pada Selasa pagi.
"Memang benar ada banyak aktivis yang disiksa dan dibunuh setelah dituduh sebagai mata-mata. Drama ini berani menggambarkan fakta dan jelas merusak nilai gerakan pro-demokrasi,” tulis petisi itu.
Sutradara serial dan penyiar JTBC mengatakan bahwa semua yang ada di drama, kecuali setting waktunya, pada dasarnya hanyalah fiksi. "Drama ini berlatar 1987, tetapi, kecuali untuk situasi seperti negara berada di bawah pemerintahan rezim militer dan memilih presiden pada waktu itu, semua hal lain, seperti karakter dan institusinya, hanyalah fiktif," kata Jo Hyun-tak saat konferensi pers daring pada minggu lalu.
Pendukung Park Jong-cheol, seorang aktivis mahasiswa yang disiksa sampai mati, mengeluarkan pernyataan yang mengecam serial JTBC. Mereka mengatakan bahwa latar dasar asmara dengan mata-mata Korea Utara dapat menjadi alasan untuk penindasan kekerasan terhadap gerakan demokrasi oleh pemerintah yang otoriter.
"Dinas rahasia negara memanipulasi banyak kasus mata-mata selama periode itu," kata seorang pejabat dari Park Jong-cheol Memorial Society. Dia menambahkan bahwa belum melihat pertunjukan itu.
"Serial ini mungkin membenarkan klaim rezim bahwa para korban hanya kebetulan saja melakukan tindakan keras terhadap mata-mata Korea Utara,” ujar dia.
Park adalah seorang mahasiswa Seoul ketika dia meninggal setelah berjam-jam disiksa oleh otoritas investigasi. Kematiannya yang disembunyikan membantu memicu gerakan pro-demokrasi nasional pada Juni 1987.
Kritik terhadap drama itu telah menyebabkan beberapa perusahaan menarik kesepakatan sponsor dan iklan, termasuk Teazen (merek teh lokal) dan Ganisong (merek fashion). Para ahli mengatakan produser 'Snowdrop' seharusnya mengambil pendekatan yang lebih bijaksana dalam mengadaptasi dan memutarbalikkan kisah nyata menjadi sebuah drama, terutama yang merupakan bagian dari sejarah modern negara yang sensitif.
"Serial ini membahas masalah kontroversial yang beberapa orang anggap sebagai distorsi sejarah dan yang lainnya tidak. Pembuat serial TV yang akan datang harus mengingat hal itu,” kata kritikus budaya Gong Hee-jung.
'Snowdrop' bukanlah produksi pertama yang mendapat kecaman karena salah menyajikan masalah sejarah di dunia hiburan Korea Selatan. Pada Maret lalu, penayangan drama fantasi sejarah 'Joseon Exorcist' di SBS dibatalkan setelah dua episode, di tengah meningkatnya kontroversi atas distorsi sejarah Korea.
Komedi sejarah 'Mr Queen' di tvN juga terlibat dalam kontroversi sejarah karena karikaturnya yang berani tentang tokoh-tokoh nyata.