REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Satgas Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menggagalkan pemberangkatan 59 orang calon PMI ilegal di Kota Bekasi, Senin (20/12). Mereka diketahui bakal diperkerjakan sebagai pekerja rumah tangga (PRT) di negara Timur Tengah.
Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kemenaker, Suhartono mengatakan, pengungkapan upaya pengiriman PMI ilegal ini bermula dari laporan masyarakat kepada Direktorat Bina Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Satgas Perlindungan PMI lantas melakukan sidak ke sebuah rumah yang dijadikan tempat penampungan mereka di Bintara, Kota Bekasi.
Suhartono menjelaskan, 59 orang PMI ilegal itu bakal dikirim ke Arab Saudi, Qatar dan Uni Emirat Arab. "Para CPMI ini dijanjikan bekerja sebagai pekerja rumah tangga dan tiap-tiap CPMI diiming-imingi uang saku atau uang tinggal sebesar Rp 5 hingga Rp 7 juta," kata Suhartono dalam siaran persnya, Selasa (21/12).
Penempatan PMI tersebut, kata Suhartono, akan dilakukan oleh seorang calo. Padahal, penempatan PMI hanya boleh dilakukan oleh Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) yang telah mendapatkan izin dari pemerintah.
Penempatan PMI secara ilegal seperti itu, kata dia, akan membahayakan keselamatan para PMI. Sebab, mereka tak mendapat perlindungan dari negara selama bekerja di negeri orang. Mereka pun rentan menjadi korban perdagangan orang, penganiayaan, dan kerja paksa.
Suhartono menambahkan, penempatan PMI ke negara Arab Saudi, Qatar, dan UEA untuk bekerja pada perseorangan masih dilarang. Moratorium ini sudah dilakukan sejak 2015 silam.
Direktur Bina Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, Rendra Setiawan mengimbau masyarakat untuk berhati-hati apabila ada tawaran dari calo untuk bekerja di luar negeri dengan gaji tinggi. "Upayakan mendapatkan informasi yang resmi dari Dinas Ketenagakerjaan setempat," katanya.