Kasus Cerai di Surabaya, Kalangan Usia Produktif Mendominasi
Rep: Dadang Kurnia/ Red: Yusuf Assidiq
Sidang perceraian di Pengadilan Agama (ilustrasi). | Foto: Republika/Agung Supriyanto
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepala Pengadilan Agama (PA) Surabaya, Samarul Falah, mengungkapkan terjadinya penurunan pengajuan perceraian, baik cerai talak maupun cerai gugat sepanjang 2021. Namun demikian, kata Samarul, penurunan yang terjadi tak begitu signifikan.
Ia menyebutkan, sepanjang 2020, terdapat 1.965 pengajuan perkara cerai talak. Dari jumlah itu, hakim memutus 1.641 perkara. Sedangkan untuk cerai gugat ada 4.256 pengajuan dimana 3.688 perkara di antaranya diputus.
Kemudian di 2021 ada 1.667 pengajuan cerai talak, di mana 1.501 di antaranya telah diputus. Kemudian, untuk cerai gugat ada 4.020 pengajuan dan yang diterima serta diputus ada 3.697 perkara. Samarul memastikan, pemohon dan termohon cerai talak serta gugat di PA Surabaya didominasi pasangan yang masih berusia produktif.
Ia menyebut, berkisar mulai usia 20 hingga 30 tahun. "Untuk pria (didominasi) usia 25 sampai 40 tahunan. Kalau perempuan, usia 20 sampai 30 tahunan," ujarnya, Rabu (22/12).
Samarul memastikan, pihaknya tetap objektif dalam menerima dan memutus perkara cerai yang diajukan pasangan suami istri. Bahkan, kata dia, Pengadilan Agama Surabaya juga menyediakan layanan mediasi kepada pasangan yang mengajukan cerai.
Ia pun mewanti-wanti kepada seluruh pihak yang hendak mengajukan perceraian agar memikirkan lebih matang dan menimbang konsekuensi yang bakal dihadapi. Samarul menjelaskan, ada beberapa faktor yang melandasi para pemohon dan termohon mengajukan gugatan perceraian.
Mulai dari permasalahan ekonomi, mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), judi, murtad, hingga poligami. "Memang, selama pandemi Covid-19, ekonomi juga menjadi salah satu faktor utama yang melandasi (terjadinya perceraian)," ujarnya.
Samarul mengaku, pihaknya telah bekerja sama dengan Pemkot Surabaya berupaya melakukan konseling kepada pasangan yang bakal melangsungkan pernikahan. Supaya, angka perceraian mau pun dispensasi nikah dapat diminimalisasi atau dicegah.
"Konseling bukan berarti melarang orang untuk melakukan pernikahan. Tapi, memberikan pemahaman secara mental dan pengetahuan terhadap kewajiban dan lain sebagainya terkait suami istri," kata dia.