Rabu 22 Dec 2021 22:18 WIB

Alasan Mengapa Putin Ngotot Tumpuk Pasukan di Perbatasan Ukraina

Mempertahankan ketegangan atas Ukraina membantu Putin memperkuat pesan politiknya

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
 Presiden Rusia Vladimir Putin. Mempertahankan ketegangan atas Ukraina membantu Putin memperkuat pesan politiknya. Ilustrasi.
Foto: AP/Mikhail Tereshchenko/Pool Sputnik Kremlin
Presiden Rusia Vladimir Putin. Mempertahankan ketegangan atas Ukraina membantu Putin memperkuat pesan politiknya. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Ukraina telah menjadi titik nyala utama dalam hubungan Rusia dengan Barat. Puluhan ribu tentara Rusia dikerahkan di dekat perbatasan antara Rusia dan Ukraina.

Presiden Vladimir Putin pun menegaskan posisi tegas dalam konflik yang bisa meletus kapan saja. Berikut adalah tiga rangkaian alasan Putin merasa begitu kuat tentang Ukraina dan telah memilih untuk bertahan dalam masalah itu.

Baca Juga

Sejarah

Dengan pecahnya Uni Soviet pada 1991, Rusia kehilangan kendali atas 14 bekas republik yang dulu didominasinya. Namun kehilangan Ukraina adalah pil yang paling pahit. Kedua negara telah dihubungkan sejak abad ke-9 ketika Kiev menjadi ibu kota negara Rusia kuno Rus. Pada 988, penguasanya, Pangeran Agung Vladimir, memperkenalkan agama Kristen Ortodoks ke Rusia.

Dari 1654, Rusia dan Ukraina disatukan oleh perjanjian di bawah pemerintahan tsar Rusia. Kedua negara berbicara bahasa yang terkait erat dan kemudian dibentuk, dengan Belarusia, inti Slavia dari Uni Soviet.

Banyak orang Rusia merasakan hubungan dengan Ukraina yang tidak mereka rasakan terhadap negara-negara bekas Soviet lainnya di Baltik, Kaukasus, dan Asia Tengah. Putin pun menyinggung hal ini dalam sebuah artikel pada Juni dengan mengatakan kedua negara adalah satu orang yang berbagi satu ruang bersejarah dan spiritual.

Putin menilai munculnya tembok di antara Kiev dan Moskow dalam beberapa tahun terakhir adalah tragis. Kiev menolak argumennya sebagai versi sejarah yang bermotivasi politik dan terlalu disederhanakan.

Geopolitik

Sejak Perang Dingin berakhir, NATO telah memperluas ke timur dengan mengambil di 14 negara baru, termasuk negara-negara bekas Pakta Warsawa dan tiga negara Baltik yang pernah berada di Uni Soviet. Rusia melihat ini sebagai ancaman perambahan terhadap perbatasannya.

Ukraina bukan anggota NATO tetapi memiliki perjanjian sejak 2008 bahwa pada akhirnya akan bergabung. Sejak menggulingkan presiden pro-Rusia pada 2014, negara itu telah bergerak lebih dekat ke Barat, mengadakan latihan militer bersama dengan NATO, dan menerima pengiriman senjata termasuk rudal anti-tank Javelin Amerika Serikat (AS) dan pesawat tak berawak Turki.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement