Kamis 23 Dec 2021 23:50 WIB

Titik Pijak Kemandirian NU Menapaki Abad Kedua

Muktamar NU menghasilkan sejumlah rumusan.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Titik Pijak Kemandirian NU Menapaki Abad Kedua. Foto:  Gedung Serba Guna Universitas Lampung menjadi tempat pemilihan Rois Aam dan Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama (NU) pada Muktamar ke -34 NU pada Kamis (23/12).
Foto: Republika/Mursalin Yasland
Titik Pijak Kemandirian NU Menapaki Abad Kedua. Foto: Gedung Serba Guna Universitas Lampung menjadi tempat pemilihan Rois Aam dan Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama (NU) pada Muktamar ke -34 NU pada Kamis (23/12).

REPUBLIKA.CO.ID,BANDAR LAMPUNG -- Menjelang satu abad usia Nahdlatul Ulama (NU), Muktamar ke-34 menjadi momentum untuk memperkuat kemandirian. Karena itu, Sidang Komisi Organisasi Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) telah menghasilkan berbagai rumusan yang akan menjadi titik pijak kemandirian NU untuk memasuki abad keduanya.

Ketua Komisi Organisasi Muktamar ke-34 NU, Andi Najmi Fuadi mengatakan, pembahasan dalam Komisi Organisais ini menyangkut tentang sistem keuangan dan kekayaan NU. "Jadi sumber-sumber kekayaan NU selama ini salah satunya kan dari uang pangkal dan i'anah anggota atau uang bulanan," ujar Andi kepada Republika usai mengelar sidang Komisi Organisasi di Universitas Lampung (Unila), Bandar Lampung, Kamis (23/12).

Baca Juga

Menurut Andi, pijaka hukum selama ini tidak secara tegas mewajibkan iuran bulanan tersebut. Karena itu, menurut dia,  Komisi Organisasi Muktamar ke-34 NU memutuskan bahwa klausul itu harus ada perubahan redaksi, sehingga menjadi implementatif. 

"Jadi sskarang itu ditambahkan kata wajib dan pasal itu menjadi implementatif," ucap Andi. 

Wakil Sekretaris Jenderal PBNU ini mengatakan, jika hal itu bisa diimplementasikan, maka NU akan memiliki sumber pembiayaan organisasi yang sangat jelas dan signifikan.

"Misalnya memakai basis data NU itu 20 juta saja, kalau itu per orang iuran 5000, itu sudah kelihatan 100 miliaran per bulan. Belum lagi kalau basis datanya dinaikkan dan nilainya dibesarkan, itu akan lebih signifikan," kata Andi. 

Menurut Andi, hal itu diusulkan untuk mengawal NU dalam menapaki abad keduanya. Dia berharap, NU kedepannya akan menjadi organisasi yang mandiri.  

"Ini arahnya untuk membackup kemandirian NU dalam abad keduanya. Jadi, ke depan NU memang tidak lagi menjadi organisasi yang tidak independen atau tidak mandiri, tapi harus menjadi independen bahkan dependen," jelas Andi.  

"Arahnya harus ke sana. Jadi, tidak sekadar bisa membiayai diri sendiri atau mengurus diri sendiri, tapi juga bisa mengurus pihak lain," kata dia. 

Selain itu, menurut Andi, hal lain yang akan dilakukan untuk menuju kemandirian NU adalah memberikan pijakan atau klausul tentang Badan Khusus, yaitu sebuah badan yang akan dijadikan cantolan aktivitas NU yang berorientasi profit atau akvititas sosial yang bertambah profit. 

Misalnya, kata dia, Rumah Sakit NU nantinya tidak lagi berada di bawah struktur NU langsung, tapi akan masuk di wadah yang namanya Badan Khusus tersebut. 

"Atau misalkan NU punya usaha keagamaan yang berdampak ekonomi, seperti lembaga umrah, haji, itu akan masuk ke situ, termasuk pengelolaan pendidikan juga nanti masuk ke badan khusus. Bahkan, ada gagasan juga saya kira nantinya tentang NU Care Lazisnu," kata Andi. 

Andi mengatakan, pasal-pasal yang dibahas dalam sidang Komisi Organisasi tersebut nantinya diharapkan bisa menjadi pijakan NU untuk menjadi organisasi yang betul-betul mandiri. 

"Ini pasal-pasal yang dihasilkan dari Komisi Organisasi harapannya betul-betul akan bisa menjadi pijakan kemandirian NU, khususnya dalam bidang ekonomi, dan saya rasa klausul atau rumusan yang ada itu sudah cukup bisa memadai," ucap Andi. 

Andi menjelaskan, ada juga beberapa aspirasi yang muncul dalam sidang Komisi Organisasi Muktamar NU ke-34, seperti usulan Lesbumi untuk dijadikan sebagai Badan Otonom. Begitu juga dengan Persatuan Dokter Nahdlatul Ulama (PDNU) dan Aswaja Center yang ingin menjadi Badan Otonom. 

Namun, menurut Andi, Komisi Organisasi memutuskan bahwa aspirasi tersebut masih akan disampaikan lagi di sidang pleno III. "Jadi belum menjadi keputusan drafting, tapi sifatnya rekomendasi. Pleno nanti yang akan memutuskan. Kalau pleno memutuskan, maka baru akan menjadi draft keputusan di muktamar ini," kata dia. 

Tidak hanya itu, Komisi Organisasi Muktamar NU juga menghasilkan suatu gagasan mekanisme pemilihan Ketua Tanfidziyah dalam muktamar, termasuk pemilihan Ketua Umum PBNU dengan mekanisme ahlul halli wal aqdi (AHWA).

Namun, menurut dia, hal itu masih akan dibahas lagi dalam sidang pleno III yang akan mengesahkan semua hasil sidang-sidang komisi. "Tapi ini belum diputuskan. Karena tidak bisa voting di komisi, maka nanti akan dinaikkan ke pleno," ujar Andi. 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement