Jumat 24 Dec 2021 04:56 WIB

Petisi Truk ODOL, YLKI Banyak Terima Aduan

Pengguna jalan banyak mengabdu ke YLKI terkait truk kelebihan dimensi dan muatan.

Red: Erik Purnama Putra
Proses pengawasan truk kelebihan muatan dan dimensi di Gerbang Tol Tanjung Priok 1, Jakarta Senin (9/3).
Foto: Republika/Rahayu Subekti
Proses pengawasan truk kelebihan muatan dan dimensi di Gerbang Tol Tanjung Priok 1, Jakarta Senin (9/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keresahan menahun masyarakat atas pelanggaran muatan armada truk produsen air kemasan di jalur Sukabumi-Bogor, Jawa Barat hingga Jakarta berujung petisi di jagat maya. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pun mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan menyelesaikan pelanggaran muatan truk barang demi kenyamanan dan keselamatan pengguna jalan.

Muncul di platform publik Change.org pada awal pekan ini, petisi meminta polisi tak segan menilang armada truk perusahaan yang digambarkan menyebabkan ketidaknyamanan bagi pengguna jalan. Petisi menyebut armada truk wing-box yang setiap harinya memuat galon isi ulang menumpuk hingga atap truk atau melebihi kapasitas yang dibolehkan.

Baca Juga

Padahal, truk jenis itu teorinya hanya dibolehkan mengangkut maksimal 500 galon air isi ulang dalam sekali jalan. Faktanya, oleh perusahaan, truk dijejali muatan hingga 1.100 galon atau bahkan hingga 1.200 galon!

Merujuk hasil investigasi lembaga riset Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) petisi menyebut dari pelanggaran itu Aqua bisa menghemat biaya distribusi Rp 190 per liter. Bila dikalikan dengan market share perusahaan sebesar 46,7 persen, dari total 29 miliar liter penjualan industri pada 2020, keuntungan perusahaan mencapai Rp 2,57 triliun.

Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, mengakui, adanya keresahan publik terhadap truk over dimension overload (ODOL) atau kelebihan muatan tersebut. "YLKI banyak menerima pengaduan tentang dampak negatif truk ODOL. Baik laporan dari masyarakat, pengguna jalan, Jasa Marga, jasa pelabuhan, Dharma Lautan, dan masih banyak lainnya," katanya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (23/12).

Tulus meminta Presiden Jokowi mengambil alih pelaksanaan program Zero ODOL, dengan berinisiatif penertiban kubikasi dan muatan truk angkut barang. Hingga kini, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mematok 2023 sebagai awal pelaksanaan kebijakan Zero ODOL.

Bagi Tulus, penundaan larangan truk ODOL adalah isyarat kemunduran dalam kehidupan bernegara. Bila terus terjadi, pemerintah bisa dianggap mengabaikan aspek keamanan dan keselamatan pengguna jalan dan fasilitas jalan raya. “Saya menduga penundaan yang kebijakan ini karena para pengusaha truk ODOL banyak backing, sehingga susah dilarang," katanya.

Direktur Eksekutif KPBB, Ahmad Safrudin, mendesak perusahaan pemilik air mineral galon segera menghentikan penggunaan armada truk ODOL. "Semestinya mereka jadi contoh bagi perusahaaan lain dan bukannya malah menyuburkan modus pengemplangan tonase dan muatan truk," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement