REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden telah menandatangani undang-undang (UU) yang melarang impor produk asal Provinsi Xinjiang, China, Kamis (23/12). Dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) menjadi alasan utama diterbitkannya UU tersebut.
UU tersebut disahkan House of Representatives dan Senat AS awal dengan suara bulat awal bulan ini. UU memberlakukan larangan hampir menyeluruh atas impor barang-barang dari Xinjiang ke AS.
Produk atau barang asal Xinjiang diizinkan masuk jika pemasok dapat membuktikan bahwa komoditas itu tak dibuat dengan kerja paksa. Xinjiang adalah penyuplai besar kapal serta panel surya.
UU itu pun bakal menjatuhkan sanksi kepada setiap individu yang menurut AS bertanggung jawab atas kerja paksa di wilayah Xinjiang. “Ini adalah situasi HAM yang mengerikan, sepenuhnya disetujui, seperti yang kita ketahui sekarang, oleh Partai Komunis China (PKC),” kata Senator Partai Republik Marco Rubio, dikutip laman Aljazirah.
Diterapkannya UU tersebut akan memperumit beberapa perusahaan AS memperoleh bahan baku dari China. Pekan lalu, pemerintahan Biden memberlakukan sanksi perdagangan pada beberapa perusahaan dan institusi China. Di antara mereka termasuk perusahaan teknologi. Washington menuding mereka berperan dalam memperketat pengawasan terhadap Muslim Uighur di Xinjiang.
Sebelumnya China menegaskan akan membela hak dan kepentingan perusahaan-perusahaan asal negaranya dalam menghadapi tekanan AS. “China selalu menentang langkah AS untuk menggeneralisasi konsep keamanan nasional dan mengintensifkan penindasan yang tak masuk akal terhadap perusahaan China,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian dalam pengarahan pers 15 Desember lalu, dilaporkan China Global Television Network.
China telah konsisten membantah laporan yang menyebut ada pelanggaran HAM sistematis di Xinjiang, termasuk penahanan lebih dari satu juta masyarakat Uighur. Namun Beijing tak menampik tentang adanya pusat-pusat pendidikan vokasi di sana.
Pusat itu sengaja didirikan untuk memberi pelatihan keterampilan dan keahlian kepada warga Uighur dan etnis minoritas lainnya. Dengan demikian, mereka dapat bekerja dan angka pengangguran di Xinjiang dapat berkurang.