REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin menggembar-gemborkan hubungan strategis antara negara itu dan China sebagai faktor penyeimbang di panggung global, Kamis (23/12). Kedua negara pun bekerja sama untuk mengembangkan senjata canggih.
"Tentara China sebagian besar dilengkapi dengan sistem senjata paling canggih. Kami bahkan mengembangkan senjata berteknologi tinggi individu [seperti pesawat dan helikopter] bersama-sama," kata Putin dikutip SputnikNews, merujuk kolaborasi kedua belah pihak di sektor luar angkasa dan penerbangan.
Kedua negara juga mengembangkan kerja sama antara angkatan bersenjata, yang meliputi latihan militer bersama dan keikutsertaan dalam latihan perang internasional. Beijing dan Moskow pun, menurut Putin, melakukan patroli bersama di laut dan di udara.
Secara terpisah, Putin juga menggembar-gemborkan hubungan pribadinya yang sangat saling percaya dengan Presiden China Xi Jinping. Menurutnya, kondisi ini membantu dalam bisnis dengan menunjuk ke Moskow yang memperkuat kerja sama ekonomi dengan Beijing.
"Asia berkembang pesat, dengan China menjadi pemimpin yang tak terbantahkan [dalam proses ini]," kata Putin.
Putin mengatakan bahwa Moskow dan Beijing telah memiliki omset lebih dari seratus miliar dolar. Kedua belah pihak bekerja ke arah yang berbeda, termasuk yang terkait dengan energi nuklir, ruang angkasa, dan hak asasi manusia.
Tidak lupa, Putin memuji kemitraan yang benar-benar komprehensif yang bersifat strategis yang tidak memiliki preseden dalam sejarah, setidaknya antara Rusia dan Cina".
"Pekerjaan harian yang intens ini menguntungkan orang-orang Cina dan Rusia, dan merupakan faktor stabilisasi yang serius di arena internasional," kata Putin menekankan.
Pernyataan itu muncul setelah pertemuan virtual antara Putin dan Xi pekan lalu. Presiden China menekankan bahwa kedua belah pihak harus mengambil lebih banyak tindakan bersama untuk melindungi kepentingan keamanan bilateral dengan lebih baik.
Dia dengan terang-terangan menyinggung negara lain yang memanfaatkan dalih demokrasi dan hak asasi manusia melakukan tindakan sewenang-wenang dalam mencampuri urusan dalam negeri kedua negara.
"Sangat melanggar hukum internasional dan norma-norma hubungan internasional yang diakui secara umum," kata Xi.