Sabtu 25 Dec 2021 15:38 WIB

Ketika Natal Merayapi Arab Saudi

Saudi sendiri mulai melonggarkan pembatasan perayaan Natal tahun lalu.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Esthi Maharani
ilustrasi pohon natal
Foto: kolomrumah.com
ilustrasi pohon natal

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Arab Saudi mengalami banyak perubahan dalam hal liberalisasi penggunaan simbol-simbol agama lain dan perayaan hari raya non-Muslim. Saudi, yang menjadi tuan rumah dua masjid tersuci Islam, adalah negara yang tampaknya berubah di bawah revolusi budaya Putra Mahkota Mohammed Bin Salman (MBS), yang memungkinkan berbagai acara berlangsung mulai dari peragaan busana hingga festival film di seluruh kerajaan.

Pohon Natal yang beberapa di antaranya dihargai sekitar 3.000 dolar, telah mengejutkan banyak warga Saudi di seluruh kerajaan. Hal ini karena Riyadh menunjukkan betapa tolerannya terhadap perayaan keagamaan non-Muslim. Saudi sendiri mulai melonggarkan pembatasan perayaan Natal tahun lalu.

"Sekarang, keceriaan Natal merayap ke Arab Saudi karena pembatasan sosial dilonggarkan di bawah Putra Mahkota Mohammed bin Salman, yang ingin orang Saudi bersenang-senang dan menghabiskan lebih banyak uang di rumah dan membutuhkan orang asing untuk menikmati tinggal di sini dan membantu membangun industri baru yang tidak terkait minyak," demikian laporan The Wall Street Journal dilansir dari TRT World, Sabtu (25/12).

Natal telah lama menjadi isu kontroversial di seluruh dunia Islam karena Muslim yang lebih konservatif melihatnya sebagai bagian dari kolonialisme budaya Barat. Di masa lalu, Riyadh melarang semua perayaan non-Islam di depan umum karena ideologi agama Wahabi yang resmi di Saudi menganggapnya sebagai bentuk penistaan. Namun di bawah MBS, pemahaman itu telah diganti dengan pemahaman yang lebih liberal tentang hari raya non-Muslim.

Kini supermarket di Saudi sekarang penuh dengan pohon Natal. Beberapa di antaranya sangat mahal, dan barang-barang obral lainnya yang terkait dengan hari raya karena polisi agama negara itu menghindari pembeli Natal. Namun Santa Claus masih belum bisa membunyikan loncengnya di Arab Saudi. "Mereka hanya ketat dengan Sinterklas," kata seorang pedagang, merujuk pada polisi agama Saudi.

Di bawah reformasi baru MBS, Saudi merangkul budaya global yang dipimpin Barat dari bintang pop hingga acara olahraga. Tetapi tidak jelas apakah perubahan ini hanya kosmetik atau tidak, lantaran kritik terhadap catatan hak asasi manusia negara itu terus menumpuk.

Bulan lalu, Justin Bieber dari Kanada tampil di Jeddah di depan banyak penonton saat model terkenal seperti Alessandra Ambrosio dan Sara Sampaio mencontohkan desain baru kepada pelanggan dalam peragaan busana. Saudi juga menjadi tuan rumah Festival Film Laut Merah, yang menayangkan banyak film bahkan dari negara-negara seperti Iran, negara yang berselisih dengan Kerajaan.

Tahun ini, otoritas Saudi bahkan mengizinkan film seperti "Father Christmas Is Back" untuk diputar di kerajaan. Sejak 2018, bioskop Saudi telah diizinkan untuk memutar film internasional.

Beberapa intelektual Muslim telah lama mengkritik perubahan di Saudi. Sebab, perubahan ini terjadi dari atas ke bawah, yang tidak mempedulikan nilai-nilai dan adat-istiadat warga biasa sehingga menghadapi perlawanan rakyat. Menurut Serif Mardin, seorang intelektual Turki terkemuka, hal itu mengarah pada munculnya kelompok-kelompok yang diilhami agama di seluruh dunia Islam.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement