Sabtu 25 Dec 2021 17:56 WIB

Afrika Selatan Batalkan Perintah Isolasi Bagi yang tak Bergejala Covid-19

Individu harus memantau gejala selama 5-7 hari dan menghindari pertemuan besar.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Dwi Murdaningsih
Orang-orang mendaftar untuk vaksinasi COVID-19 di rumah sakit Baragwanath Soweto, Afrika Selatan, Senin 13 Desember 2021.
Foto: AP/Jerome Delay
Orang-orang mendaftar untuk vaksinasi COVID-19 di rumah sakit Baragwanath Soweto, Afrika Selatan, Senin 13 Desember 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, JOHANNESBURG - Pemerintah Afrika Selatan mengumumkan bahwa orang tanpa gejala Covid-19 tidak perlu lagi mengisolasi atau melakukan tes jika melakukan kontak dengan kasus positif. Menurut pemerintah perkembangan di sekitar virus membenarkan pergeseran dari langkah-langkah penahanan menuju mitigasi.

Negara ini telah memimpin benua Afrika dalam hal kasus dan kematian Covid-19, serta vaksinasi. Afrika selatan juga telah diawasi dengan ketat di seluruh dunia setelah menjadi salah satu negara pertama yang mengidentifikasi varian Omicron yang lebih menular.

Baca Juga

Kementerian kesehatan mengatakan bahwa individu tanpa gejala yang telah melakukan kontak dengan kasus Covid-19 tidak lagi harus mengisolasi diri. Namun harus memantau gejala selama 5-7 hari dan menghindari menghadiri pertemuan besar.

"Hanya orang-orang yang mengalami gejala yang perlu dites," kata pernyataan pemerintah. Sementara mereka yang memiliki gejala ringan harus diisolasi selama delapan hari dan kasus yang parah selama 10 hari.

Semua karantina di fasilitas di luar rumah akan dihentikan. Sementara upaya pelacakan kontak juga akan dibatalkan selain dalam skenario tertentu seperti wabah cluster.

Wakil Menteri Kesehatan Afrika Selatan, Sibongiseni Dhlomo mengatakan, langkah itu dilakukan berdasarkan saran dari para ilmuwan bahwa kasus tanpa gejala tidak benar-benar berdampak lagi. Meski demikian langkah ini tidak menggantikan pedoman yang ada tentang hal-hal seperti jarak sosial dan pemakaian masker.

Pernyataan Kementerian Kesehatan juga mengatakan, faktor-faktor yang mempengaruhi langkah tersebut termasuk munculnya varian yang sangat menular seperti Omicron. Kemenkes memperkirakan bahwa setidaknya 60 persen dari populasi memiliki perlindungan dari vaksinasi atau infeksi dan informasi baru termasuk tingginya tingkat kasus tanpa gejala dan sejumlah kecil kasus aktual yang didiagnosis.

Dhlomo mengatakan tingkat vaksinasi di antara populasi berisiko tinggi di negara itu adalah 66 persen pada mereka yang berusia di atas 60 tahun dan 63 persen pada usia 50-59 tahun. Harry Moultrie, dari Institut Nasional untuk Penyakit Menular, mendukung perubahan tersebut.

"Afrika Selatan membatalkan pelacakan kontak dan karantina dan beralih ke mitigasi. Keputusan yang bagus," katanya melalui Twitter.

Dalam pidato Malam Natal, wakil presiden David Mabuza mengatakan negara itu telah menempuh perjalanan panjang sejak awal pandemi. "Kami semakin dekat untuk merebut kembali kehidupan normal dan kebebasan kami," katanya sambil mendorong lebih banyak orang untuk divaksinasi.


Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement