REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pernikahan antara Ali bin Abi Thalib dengan Fatimah, putri Rasulullah ﷺ merupakan pernikahan agung antara dua pasangan yang mulia.
Wanita terbaik dari kalangan Ahlul Bait, Fatimah radhiyallahu 'anha dinikahkan dengan pria terbaik dari kalangan Ahlul Bait, Ali bin Abu Thalib, radhiyallahu 'anhu. Rasulullah ﷺ begitu mencintai Ali sebagaimana sangat mencintai putrinya ini.
Melalui pernikahan yang Allah ﷻ berkahi antara Ali bin Abu Thalib dan Fatimah, maka terbentuklah generasi baru Bani Hasyim. Dari merekalah lahir dua cucu Rasulullah ﷺ yaitu, Al Hasan dan Al Husain.
Dikutip dari buku "Hasan dan Husain the Untold Story" karya Sayyid Hasan Al Husaini, Sekarang Fatimah, pemimpin kaum wanita seluruh alam itu, memasuki lembaran baru kehidupannya. Kini dia hidup berumah tangga dan tinggal berdekatan dengan rumah Nabi ﷺ.
Layaknya para ibu yang lain, Fatimah menghadapi keras dan susahnya kehidupan ketika itu, hingga dia pernah mengeluhkan telapak tangannya yang tidak lagi indah. Ya, telapak tangan itu mulai kapalan karena sering bergesekan dengan batu penggiling saat menggiling biji gandum.
Meskipun demikian, sebagai panutan orang-orang zuhud dan imam para penyabar, Rasulullah tidak memanjakan putrinya itu. Beliau tetap mendidik Fatimah agar menghiasi rumah tangganya dengan kezuhudan, kesabaran, dan ketergantungan yang kuat kepada Allah ﷻ melalui munajat, zikir, dan syukur.
Memang seperti itulah kondisi yang dialami putri para Nabi dari masa ke masa. Semua itu bukan tanpa tujuan, bukankah mereka akan menjadi istri laki-laki pilihan dan ibu anak-anak yang mulia?
Kehidupan mereka penuh dengan keteladanan bagi orang yang fakir, dan sarat dengan petuah bagi orang yang kaya. Melalui tangan merekalah semua orang belajar arti menjalani kesabaran, pengorbanan, keridhaan, ketaatan, dan kebersihan jiwa, serta sikap qanaah, merasa cukup dengan rezeki yang diberikan Allah ﷻ.
Demikianlah, bahtera rumah tangga Fatimah berlayar dengan penuh kedamaian. Keluarganya merupakan cerminan kehidupan orang-orang yang berbahagia. Kemuliaan akhlak selalu menyertai langkah mereka, hingga lahirlah keturunan yang mampu menerangi umat ini tak ubahnya lentera. Dan kelak, mereka itulah yang menjadi para pemimpin, pemuka, dan teladan bagi seluruh manusia.