Senin 27 Dec 2021 18:40 WIB

KPK Tahan Paksa Pejabat Dirjen Pajak

Tersangka pejabat dirjen pajak diduga terima korupsi 625 ribu dolar Singapura.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Indira Rezkisari
Gedung KPK. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Ketua Tim Pemeriksa pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak, Alfred Simanjuntak (AS).
Foto: Tahta Aidilla/ Republika
Gedung KPK. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Ketua Tim Pemeriksa pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak, Alfred Simanjuntak (AS).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Ketua Tim Pemeriksa pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak, Alfred Simanjuntak (AS). Dia ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan kasus penerimaan hadiah atau janji terkait pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan tahun 2017 pada Dirjen Pajak.

"Agar proses penyidikan bisa segera diselesaikan, Tim Penyidik melakukan upaya paksa penahanan pada tersangka AS," kata Direktur Penyidikan pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto di Jakarta, Senin (27/12).

Baca Juga

Tersangka Alfred akan menjalani 20 hari pertama masa penahanan hingga 15 Januari 2022 di Rutan Tahanan Polres Metro Jakarta Timur. KPK telah memeriksa sekitar 83 saksi dalam proses penyidikan perkara ini.

Dia mengatakan, KPK juga terus berupaya melakukan pelacakan dan pengembalian aset atas penggunaan uang yang dinikmati oleh tersangka Alfred. Dalam perkara ini tersangka Alfred diduga memperoleh sekitar sejumlah 625 ribu dolar Singapura.

Perkara ini merupakan pengembangan dari kasus yang menjerat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak tahun 2016-2019, Angin Prayitno Aji dan eks Kepala Subdirektorat Kerjasama dan Dukungan Pemeriksaan pada Direktorat Jenderal Pajak, Dadan Ramdani.

Selain itu, KPK juga telah menetapkan lima tersangka lainnya yakni Supervisor Tim Pemeriksa Pajak pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak, Wawan Ridwan, tiga konsultan pajak dari tiga perusahaan wajib pajak yakni PT Gunung Madu Plantations, PT Bank PAN Indonesia dan PT Jhonlin Baratama yaitu Ryan Ahmad Ronas, Agus Susetyo dan Aulia Imran Maghribi serta kuasa Wajib Pajak, Veronika Lindawati.

Setyo menjelaskan, dalam perkara ini tersangka Alfred diduga mendapatkan banyak arahan dan atensi khusus dari Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani. Arahan diberikan agar bagi ketiga wajib pajak dimaksud dilakukan perhitungan pajak sesuai dengan keinginan dari para wajib pajak.

Dia melanjutkan, setiap wajib pajak diminta menyiapkan sejumlah uang untuk memperlancar proses perhitungan pajak sebagai bentuk kesepakatan untuk memenuhi keinginan mereka. Nilai pajaknya pun dimodifikasi lebih rendah dari total keharusan kewajiban nilai pembayaran pajaknya.

Penerimaan dari ketiga wajib pajak diterima oleh tersangka Alfred bersama tim yang selanjutnya diserahkan lagi untuk Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani. Setyo memerinci Rp 15 miliar diserahkan oleh Ryan Ahmad Ronas dan Aulia Imran sebagai perwakilan PT Gunung Madu Plantations sekitar Januari-Februari 2018.

Sedangkan sekitar Pertengahan 2018, Veronika Lindawati sebagai perwakilan PT Bank Panin Indonesia menyerahkan 500 ribu dolar Singapura dari total komitmen Rp 25 miliar. Kemudian, sebesar 3 juta dolar Singapura diserahkan oleh tersangka Agus Susetyo AS sebagai perwakilan PT Jhonlin Baratama sekitar Juli-September 2019.

"Dari seluruh uang yang diduga diterima oleh AS bersama tim, AS diduga memperoleh sekitar sejumlah 625 ribu dolar Singapura," katanya.

Atas perbuatannya, tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement