REPUBLIKA.CO.ID, NAYOYITAW -- Pengadilan Myanmar pada Senin (27/12) menunda vonis atas dua dakwaan terhadap pemimpin terguling Aung San Suu Kyi. Vonis itu terkait dengan tuduhan impor dan kepemilikan walkie-talkie secara ilegal.
Pengadilan menunda vonis hingga 10 Januari. Namun pengadilan tidak memberikan alasan penundaan vonis tersebut. Tuduhan impor walkie-talkie secara ilegal merupakan tuduhan pertama terhadap Suu Kyi dan menjadi pembenaran awal untuk penahanannya yang berkelanjutan. Tuduhan ini berada di bawah Undang-Undang Ekspor-Impor
Selanjutnya, Suu Kyi menghadapi tuduhan kedua atas kepemilikan radio secara ilegal. Radio disita dari gerbang kediamannya dan barak pengawalnya pada 1 Februari, ketika militer melakukan kudeta dan menangkap Suu Kyi.
Pengacara Suu Kyi berpendapat bahwa, radio itu bukan milik pribadinya. Radio itu digunakan secara sah untuk membantu memberikan keamanan terhadap Suu Kyi. Tetapi pengadilan menolak keterangan itu.
Pengadilan pada Senin juga mendengarkan kesaksian Wakil Ketua Partai Liga Nasional untuk Demokrasi, Zaw Myint Maung, dalam kasus lain terhadapnya yang melibatkan dugaan pelanggaran pembatasan Covid-19. Dugaan pelanggaran itu dilakukan selama kampanye pemilihan umum tahun lalu.
Zaw Myint Maung bersaksi bahwa, sejumlah orang berkumpul untuk bertemu dengan dirinya ketika
mengunjungi Bangsal Shwe Kyar Pin selama kampanye. Mereka datang untuk menghormati Zaw Myint Maung, dan bukan pelanggaran pembatasan sosial.
Pelanggaran tersebut berada di bawah Undang-Undang Penanggulangan Bencana Alam, dengan hukuman maksimum adalah tiga tahun penjara dan denda. Zaw Myint Maung juga diadili di pengadilan yang sama atas lima tuduhan korupsi.
Hukuman maksimum untuk setiap hitungan adalah 15 tahun penjara dan denda. Dalam proses terpisah, dia dituduh melanggar Undang-Undang Rahasia Resmi dengan hukuman maksimal 14 tahun.
Partai Liga Nasional untuk Demokrasi yang dipimpin Suu Kyi menang telak dalam pemilihan umum tahun lalu. Tetapi militer mengatakan, partai Suu Kyi melakukan kecurangan dalam pemilihan umum. Ini menjadi salah satu alasan militer melakukan kudeta.
Pendukung Suu Kyi dan analis independen mengatakan, semua tuduhan yang dilayangkan terhadap Suu Kyi bermotivasi politik. Tuduhan itu merupakan upaya untuk mendiskreditkan Suu Kyi, dan melegitimasi perebutan kekuasaan oleh militer. Termasuk mencegah Suu Kyi kembali ke kancah politik. Jika terbukti bersalah atas semua tuduhan yang dihadapi, dia bisa dihukum lebih dari 100 tahun penjara.
Pada 6 Desember lalu, Suu Kyi dinyatakan bersalah atas dua tuduhan yaitu penghasutan dan pelanggaran pembatasan Covid-19. Dia dijatuhi hukuman empat tahun penjara. Namun kepala pemerintahan militer, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, mengurangi hukuman Suu Kyi hingga setengahnya. Suu Kyi ditahan oleh militer di lokasi yang tidak diketahui.