REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Banyak rakyat yang secara fakta menguasai dan menduduki kawasan hutan baik hutan produksi, hutan lindung maupun hutan konservasi.
“Tetapi, selalu dalam posisi kucing-kucingan karena mereka dianggap ilegal,"ujar dan Kewirausaan (MEK) PP Muhammadiyah, Mukhaer Pakkanna, kepada Republika.co.id, Senin (27/12).
Mukhaer menjelaskan, di kawasan hutan produksi misalnya, secara nasional terdapat 64 juta hektare, yang saat ini diberikan izin pemanfaatan atau hak kepada perusahaan dan masyarakat.
Sementara itu, sekitar 34 juta hektare diberikan perusahaan kakap dan sisanya kurang lebih 30 juta hektare sebagaian besar telah dikuasai atau diduduki dan diusahakan masyarakat tanpa izin dari pemerintah.
"Namun, usai beberapa kali pertemuan itu, tampaknya Pemerintah belum serius mengajak Muhammadiyah dan ormas keagamaan lain untuk merealisasikan hasil pertemuan itu," ujar dia.
Hal itu menurut Mukhaer, terlihat belum adanya tim yang dibentuk pemerintah secara struktural hingga ke daerah dalam melakukan pendampingan dalam rangka pemanfaatan lahan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan. Akhirnya, program yang dicanangkan pemerintah hanya kenangan manis yang belum bisa terwujud.
"Muhammadiyah hanya ingin mengingatkan fakta bahwa terjadi ketimpangan lahan yang luar biasa yang terjadi di tanah air. Harus ada keseriusan pemerintah, tidak sekadar pidato politik," jelas dia.
Karena soal tanah ini, menurut Mukhaer, tidak boleh diremehkan dan disederhanakan, ihwal ini menyangkut faktor ekonomi politik. Rektor ITB ini juga menyarankan untuk membuat tim khusus di bawah Presiden menangani masalah lahan perhutanan ini.