Selasa 28 Dec 2021 04:19 WIB

Pejabat PBB Ngeri Mendengar Kabar Pembunuhan 35 Warga Myanmar

Pejabat PBB mendesak penyelidikan menyeluruh dan transparan atas pembunuhan itu.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
FILE - Pada file foto 30 Maret 2021 ini, tentara Myanmar berdiri di sebuah kamp tentara kecil di sepanjang tepi sungai dekat perbatasan Myanmar dan Thailand. Gerilyawan etnis Karen mengatakan mereka merebut pangkalan militer Myanmar pada Selasa, 27 April 2021 .
Foto: AP Photo/Sakchai Lalit, File
FILE - Pada file foto 30 Maret 2021 ini, tentara Myanmar berdiri di sebuah kamp tentara kecil di sepanjang tepi sungai dekat perbatasan Myanmar dan Thailand. Gerilyawan etnis Karen mengatakan mereka merebut pangkalan militer Myanmar pada Selasa, 27 April 2021 .

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Kemanusiaan dan Koordinator Bantuan Darurat PBB Martin Griffiths meminta pihak berwenang Myanmar untuk menyelidiki laporan pembunuhan 35 orang warga sipil yang aktivis oposisi tuduh dilakukan tentara pemerintah. PBB mengatakan ia 'ngeri' dengan kekerasan tersebut.

Pemerintah militer Myanmar tidak memberi komentar tentang pembunuhan di dekat Desa Mo So, Negara Bagian Kayah. Juru bicara junta Zaw Min Tun juga tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar.

Baca Juga

Pada Ahad (26/12) kemarin media pemerintah melaporkan tentara menembak dan membunuh sejumlah 'teroris bersenjata' dari pasukan yang memerangi pemerintah militer. Media pemerintah Myanmar tidak menyebutkan apa pun tentang warga sipil.

"Saya ngeri dengan laporan penyerangan ke warga sipil, saya mengecam insiden mengerikan ini dan segala bentuk penyerangan terhadap warga sipil di seluruh negeri, yang mana dilarang oleh hukum humanitarian internasional," kata Griffiths dalam pernyataannya, Senin (27/12).

Griffiths mendesak penyelidikan 'menyeluruh dan transparan' sehingga pelakunya dapat dibawa ke hadapan hukum. Warga setempat dan organisasi hak asasi manusia di lokasi kejadian mengatakan tentara menyerang warga sipil.

Foto-foto yang diunggah kelompok hak asasi manusia menunjukkan jenazah-jenazah hangus di belakang sebuah truk. Myanmar mengalami gejolak kekerasan sejak militer merebut kekuasaan dengan paksa pada 1 Februari lalu.

Masyarakat pro-demokrasi angkat senjata untuk melawan pemerintah militer. Sebagian memiliki hubungan dengan gerilyawan masyarakat minoritas yang sudah bertempur melawan pemerintah bertahun-tahun di berbagai daerah di Myanmar, termasuk di Negara Bagian Kayah.

Tiga orang sumber di barat Kota Mae Sot, Thailand mengatakan terdapat tanda-tanda pertempuran di wilayah Myanmar yang berbatasan dengan Thailand. Terdengar suara tembakan, asap dan sebuah serangan udara.

Pihak berwenang Thailand mengatakan 5.260 pengungsi dari Myanmar tiba di negara itu sejak pasukan militer Myanmar bertempur melawan Karen National Union (KNU) pada 16 Desember lalu.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Thailande mengatakan negara itu bekerja sama dengan Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) bila 'pihak berwenang Thailand tidak dapat mengatasi situasinya'. Organisasi kemanusiaan meminta pemerintah pusat untuk mengerahkan bantuan lebih banyak.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement