Selasa 28 Dec 2021 13:32 WIB

Rusia Peringatkan Risiko Konfrontasi Militer dengan NATO

Rusia mengaku telah mengambil langkah untuk redakan situasi, tapi diabaikan.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Teguh Firmansyah
Pasukan terjun payung Angkatan Darat Rusia berbaris selama latihan untuk parade militer Hari Kemenangan di Moskow, Rusia, pada 7 Mei 2021. Pejabat Ukraina dan Barat khawatir bahwa penumpukan militer Rusia di dekat Ukraina dapat menandakan rencana Moskow untuk menyerang bekas Sovietnya tetangga.
Foto: AP/Alexander Zemlianichenko,
Pasukan terjun payung Angkatan Darat Rusia berbaris selama latihan untuk parade militer Hari Kemenangan di Moskow, Rusia, pada 7 Mei 2021. Pejabat Ukraina dan Barat khawatir bahwa penumpukan militer Rusia di dekat Ukraina dapat menandakan rencana Moskow untuk menyerang bekas Sovietnya tetangga.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Wakil Menteri Pertahanan Rusia, Alexander Fomin, mengatakan, provokasi NATO di dekat perbatasan Rusia kemungkinan besar akan meningkat menjadi konflik bersenjata. Ekspansi NATO ke arah timur terjadi pada saat Rusia memiliki hubungan baik dengan aliansi tersebut.

"Baru-baru ini, aliansi telah beralih ke praktik provokasi langsung, yang memiliki risiko tinggi menjadi konfrontasi bersenjata," kata Fomin, dilansir Anadolu Agency, Selasa (28/12).

Baca Juga

Fomin mengatakan, pada 1999, Republik Ceska, Hongaria dan Polandia yang merupakan bekas sekutu Soviet bergabung dengan NATO. Langkah ini diikuti oleh Bulgaria, Latvia, Lithuania, Estonia, Rumania, Slovakia dan Slovenia yang bergabung dengan NATO pada 2004. Hal ini meningkatkan keuntungan bagi militer NATO.

"Secara khusus, perbatasan blok (NATO) telah bergerak lebih dari 1000 kilometer ke timur, memungkinkan kesempatan untuk menggunakan senjata non-strategis untuk mencapai target di wilayah Rusia," kata Fomin.

Fomin mengatakan, NATO meningkatkan kemampuan tempurnya dengan memperoleh senjata, peralatan militer dan personel militer dari negara-negara anggota baru. Mereka juga mempunyai akses ke infrastruktur dan pelabuhan di Laut Hitam dan Baltik, sehingga memperluas kemungkinan penyebaran pasukan NATO.

Fomin mencatat bahwa, kontroversi mulai muncul dari peristiwa di Yugoslavia, yang memecah Rusia dan NATO. Kemudiam NATO mendefinisikan Rusia sebagai sumber ancaman terhadap keamanannya. Hal ini tertuang dalam strategi militer NATO 2019.

Rusia mengaku telah mengambil langkah-langkah yang bertujuan untuk meredakan situasi, tetapi malah diabaikan. Moskow menyerahkan proposal kepada NATO.

Dalam proposal itu, Moskow meminta untuk mempertahankan kontak tingkat tinggi, bertukar informasi mengenai ancaman teroris, dan menahan diri dari mengadakan latihan militer di dekat perbatasan satu sama lain.

Fomin mengatakan, NATO telah mengabaikan inisiatif Rusia dan terus meningkatkan kegiatan militernya di dekat perbatasan Rusia. Pada 2021, negara-negara anggota aliansi NATO melakukan lebih dari 1.200 misi pengintaian udara, dan 50 angkatan laut di dekat perbatasan Rusia. Mereka juga mengadakan lebih dari 20 latihan militer.

 "Kelanjutan aliansi (NATO) dari arah konfrontatif terhadap negara kami, memaksa kami untuk mengajukan masalah jaminan keamanan yang mengikat secara hukum untuk Rusia, yang akan mengecualikan kemajuan lebih lanjut NATO ke wilayah timur dan penyebaran sistem senjata yang mengancam dalam waktu dekat di sekitar perbatasan kita," kata Fomin.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement