Selasa 28 Dec 2021 15:01 WIB

Catatan Komnas HAM: Kekerasan Aparat Terjadi di Hampir Semua Daerah Sepanjang 2021

Komnas HAM menyayangkan kekerasan oleh aparat masih terjadi sepanjang tahun 2021.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Mas Alamil Huda
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyayangkan kekerasan oleh aparat  masih terjadi sepanjang tahun 2021. Foto:Sejumlah demonstran yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Tangerang berunjuk rasa di depan Markas Polda Banten di Serang, Kamis (14/10/2021). Mereka memprotes tindak kekerasan aparat polisi yang membanting mahasiswa saat mengamankan unjuk rasa HUT Kabupaten Tangerang Rabu (13/10).
Foto: ANTARA/Asep Fathulrahman
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyayangkan kekerasan oleh aparat masih terjadi sepanjang tahun 2021. Foto:Sejumlah demonstran yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Tangerang berunjuk rasa di depan Markas Polda Banten di Serang, Kamis (14/10/2021). Mereka memprotes tindak kekerasan aparat polisi yang membanting mahasiswa saat mengamankan unjuk rasa HUT Kabupaten Tangerang Rabu (13/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyayangkan kekerasan oleh aparat  masih terjadi sepanjang tahun 2021. Komnas HAM memantau berbagai kekerasan dalam bentuk penggunaan kekuatan berlebih, penyiksaan, dan tindakan lain yang kejam dan tidak manusiawi terjadi di berbagai penanganan unjuk rasa di hampir semua daerah di Indonesia.

"Khususnya penanganan unjuk rasa penolakan RUU Cipta Kerja maupun isu lain, kasus Tamilow Maluku Tengah. Ini juga sering terjadi di dalam penanganan konflik agraria di berbagai daerah," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam paparan Catatan Akhir Tahun HAM di Indonesia sepanjang 2021 pada Selasa (28/12) yang digelar virtual.

Baca Juga

Selain itu, Ahmad meminta pendekatan pidana adalah langkah terakhir dalam penegakan hukum, bukan sebaliknya. Survei nasional yang diadakan oleh Komnas HAM dengan responden sebanyak 1.200 orang di 34 provinsi menunjukkan lebih dari 80 persen masyarakat setuju dengan pendekatan keadilan restoratif. 

"Lebih dari 80 persen masyarakat juga lebih memilih pendekatan nonyudisial ketika sedang berhadapan dengan proses hukum. Hal ini mengindikasikan secara gamblang pada akses atas keadilan di negeri ini harus terus dibenahi, meskipun beberapa langkah untuk perbaikan telah dilakukan yaitu meliputi reformasi peradilan, kejaksaan, dan kepolisian," tutur Ahmad.

Komnas HAM juga menyinggung dugaan penyiksaan yang terjadi di rutan kepolisian dan lembaga pemasyarakatan yang terus terjadi. Komnas HAM mencatat setidaknya terjadi peristiwa kematian tahanan di rumah tahanan Polres Bengkulu Utara, Polres Tangerang Selatan, Polresta Balikpapan, dan Polres Tangerang Kota. 

"Ini menunjukkan bahwa tata kelola penghukuman pidana harus dibenahi, termasuk dari sisi aparatur negara yang lebih memahami pada hak asasi manusia, juga sarana dan prasarana rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan yang lebih manusiawi," ujar Ahmad.

Komnas HAM menekankan, kebakaran Lapas Klas IA Tangerang pada 8 September 2021 adalah tragedi kemanusiaan yang harus diusut tuntas baik dari sisi dugaan kesengajaan, pembiaran, dan atau kelalaian dari aparatur negara yang bertanggung jawab. Komnas HAM meminta para keluarga korban harus dipenuhi hak-haknya atas kompensasi dan keadilan.

Dalam kaitan ini, Komnas HAM melalui 'Kerjasama untuk Pencegahan Penyiksaan' yang terdiri atas Komnas HAM, LPSK, Ombudsman RI, Komnas Perempuan, dan KPAI telah melakukan pelatihan untuk aparatur penegak hukum.

"Agar mereka memiliki kapasitas dan pengetahuan dalam pencegahan penyiksaan dalam tahap penyelidikan dan penyidikan, serta dalam masa penahanan di lembaga pemasyaratan," ucap Ahmad.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement