REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Kabupaten Indramayu berhasil menurunkan angka prevalensi stunting pada balitanya. Upaya penurunan kasus tersebut sebelumnya dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak.
Berdasarkan hasil survei kasus gizi balita versi Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) sampai akhir 2021, prevalensi balita stunting di Kabupaten Indramayu berada di angka 14,4 persen. Padahal sebelumnya, prevalansi stunting di Kabupaten Indramayu pada 2019 tercatat sebanyak 29,19 persen.
Itu berarti, selama dua tahun terakhir, Kabupaten Indramayu berhasil menurunkan prevalansi stunting lebih dari 50 persen kasus. "Alhamdulillah, (penurunan stunting) semua berkat kerja keras pemerintah dan masyarakat," kata Bupati Indramayu, Nina Agustina, didampingi Kepala Dinas Kesehatan, Deden Bonni Kosawara, Selasa (28/12).
Di Jawa Barat, Kabupaten Indramayu bahkan menempati posisi ketiga terendah prevalensi stuntingnya setelah Kota Depok (12,3 persen) dan Kota Bekasi (13,8 persen).
Sebelumnya, Nina menyiapkan sebuah tim yang bertugas mengatasi kasus stunting. Mereka terdiri dari unsur kesehatan, kader pembangunan manusia dan TP PKK. Unsur lain yang dilibatkan adalah pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) dan Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB).
Tim itu disebut Gesit (Gerakan Penurunan Stunting Indramayu Terpadu). Mereka dibentuk mulai dari tingkat kabupaten, kecamatan sampai ke tingkat desa. Nina menjelaskan, semua unsur dilibatkan secara terpadu. Seluruh anggaran, perencanaan dan kebijakan stunting yang ada di seluruh OPD pun menjadi satu.
Khusus untuk tim dari unsur kesehatan, diisi oleh petugas gizi, petugas kesehatan lingkungan dan bidan desa. Sementara itu, Deden menjelaskan, berdasarkan data Riskesdas tahun 2018-2019, prevalensi kasus stunting di Kabupaten Indramayu mencapai 29,19 persen, dari total balita yang mencapai 129 ribu.
Dengan prevalensi itu, maka jumlah balita stunting mencapai sekitar 40 ribu balita. Namun, Deden mengatakan, data itu berbeda dengan data real update hasil bulan penimbangan balita yang dilakukan puskesmas.
Hingga Oktober 2021, jumlah balita yang tercatat stunting hanya ada 6.120 balita. "Namun, data yang diakui oleh Bappenas adalah Riskesdas. Jadi kami masih menunggu hasil Riskesdas 2023," kata Deden.