REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait dugaan korupsi pembelian helikopter Agusta Westland (AW)-101 oleh Puspom TNI. KPK mengetahui bahwa penyidikan perkara itu telah dihentikan oleh Puspom TNI.
"Masalah helikopter AW-101 koordinasi terkait masalah atau informasi yang berhubungan dengan pihak dari TNI sudah dihentikan proses penyidikannya," kata Direktur Penyidikan KPK Setyo Budiyanto di Jakarta, Selasa (28/12).
Dia menjelaskan, koordinasi dilakukan guna mengaudit kerugian negara dalam dugaan korupsi tersebut. KPK diketahui telah menetapkan tersangka dari pihak swasta dalam kasus dugaan korupsi pembelian Helikopter AW-101 tersebut.
Setyo menegaskan, pengusutan perkara di KPK tetap berjalan meskipun TNI telah menghentikan pengusutan kasus tersebut. Sebabnya, Inspektur Jendral Polisi itu berharap KPK dapat segera berkoordinasi dengan BPK.
Dia mengungkapkan, sebenarnya KPK sudah berniat berkoordinasi lebih awal dengan BPK. Namun, sambung dia, hal tersebut tertunda lantaran penyidik yang mengusut perkara tersebut harus fokus mendalami kasus dugaan korupsi di Muara Enim yang menetapkan 15 tersangka anggota DPRD.
"Saya kira nanti beberapa hari ke depan mungkin di awal tahun kordinasi itu akan segera ditindaklanjuti dengan BPK untuk semakin memperjelas kira-kira apa saja yang masih kurang atau dibutuhkan oleh pada pihak auditor," katanya.
Kasus dugaan korupsi pembelian helikopter AW-101 dibongkar lewat kerja sama antara Puspom TNI di era Panglima Jendral Gatot Nurmantyo dengan KPK. PT Diratama Jaya Mandiri selaku perantara diduga telah melakukan kontrak langsung dengan produsen helikopter AW-101 senilai Rp 514 miliar.
Pada Februari 2016 setelah meneken kontrak dengan TNI AU, PT Diratama Jaya menaikkan nilai jualnya menjadi Rp 738 miliar. Sehingga diyakini ada potensi kerugian negara sebesar Rp 220 miliar dalam pengadaan helikopter AW-101 tersebut.
Baca Juga: Viral Rusak Spion, Sikap Arogansi Paspampres Disayangkan
Puspom TNI kemudian menetapkan lima tersangka dari unsur militer dalam perkara tersebut. Mereka adalah Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara Marsekal Pertama FA yang merupakan mantan pejabat pembuat komitmen atau Kepala Staf Pengadaan TNI AU 2016-2017.
Tersangka lainnya adalah Letnan Kolonel TNI AU (Adm) WW selaku mantan Pekas Mabesau, Pelda SS selaku Bauryar Pekas Diskuau, Kolonel (Purn) FTS selaku mantan Sesdisadaau, dan Marsekal Muda (Purn) SB selaku Staf Khusus KSAU atau eks Asrena KSAU.
Sedangkan KPK menetapkan satu orang tersangka dari unsur swasta yakni Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia. Namun, lembaga antirasuah tersebut hingga kini tidak melakukan penahanan terhadap tersangka dimaksud.