REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yaakob menghadapi kritik atas lambatnya pemerintah dalam penanganan banjir terparah yang melanda Negeri Jiran tersebut. Ismail Sabri mengakui kelemahan pemerintah dalam merespons banjir, dan menjanjikan perbaikan di masa depan.
“Pekerjaan pascabanjir ini perlu koordinasi yang baik karena saya tidak ingin penundaan dalam proses implementasi, termasuk dalam memberikan bantuan kepada korban banjir,” ujar Ismail Sabri, dilansir Aljazirah, Selasa (28/12).
Malaysia dilanda banjir setiap tahun selama musim hujan, dari November hingga Februari. Tetapi banjir pada tahun ini adalah yang terburuk sejak 2014. Banjir telah menewaskan sedikitnya 48 orang dan lima orang hilang.
“Kita juga harus siap menghadapi banjir gelombang kedua, jika itu terjadi," kata Ismail Sabri.
Sejauh ini, penduduk yang terkena dampak banjir masih banyak yang belum menerima bantuan. Mereka kecewa karena pemerintah sangat lambat dalam menangani banjir dan mendistribusikan bantuan.
"Saya marah. Tidak ada bantuan dari pemerintah. Kami membutuhkan uang tunai untuk membangun kembali kehidupan kami. Ada lumpur di mana-mana, semuanya telah hancur," kata Asniyati Ismail, yang tinggal di daerah pemukiman di Shah Alam, ibu kota negara bagian Selangor.
Selangor adalah negara bagian yang paling parah dilanda banjir. Banyak orang di distrik Shah Alam terdampar di rumah mereka tanpa makanan selama berhari-hari, sebelum dievakuasi dengan kapal dalam operasi penyelamatan. "Pemerintah sangat lamban dalam misi penyelamatan. Dan sekarang mereka lambat dalam operasi pembersihan. Bahkan setelah tujuh hari, sampah di lingkungan ini belum dibersihkan," ujar seorang warga, Kartik Rao.