Penyebab Klitih Rata-Rata Akibat Penyalahgunaan Obat Terlarang
Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Yusuf Assidiq
Barang bukti dihadirkan saat pengungkapan kasus klitih di Polda DIY. | Foto: Republika/ Wihdan
REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kepolisian Daerah (Polda) DIY menyebut, penyebab kenakalan dan kejahatan jalanan (klitih) di DIY rata-rata dikarenakan penyalahgunaan obat terlarang. Utamanya yakni penyalahgunaan pil koplo.
Direktur Reserse Narkoba (Dirresnarkoba) Polda DIY, AKBP Bayu Adhi Joyokusumo mengatakan, pihaknya sudah melakukan identifikasi, pengungkapan, hingga pengembangan terkait jaringan pengedar pil koplo di DIY.
"Pengembangan sampai ke luar kota, kami mengungkap dengan total 1,4 juta butir pil koplo. Kami lakukan pengembangan apakah satu jaringan ini saja yang masuk ke Yogya," katanya saat Jumpa Pers Akhir Tahun 2021 di Rich Hotel Yogyakarta, Sleman, Rabu (29/12).
Wakil Kepala Kepolisian (Wakapolda) DIY, Brigjen Pol R Slamet Santoso, juga menyebut sebagian besar kasus klitih dipicu oleh obat-obatan. Upaya pencegahan klitih pun dilakukan dengan menggelar patroli dalam skala besar secara masif tiap harinya mulai dari tingkat Polda DIY hingga ke tingkat polres maupun polsek.
"Rata-rata hasil penyelidikan kita itu (klitih) dipengaruhi oleh obat-obatan tertentu. Mereka berkumpul di tempat-tempat tertentu menjadi suatu kumpulan, pasti jadi lebih berani," ujar Slamet.
Selain penyalahgunaan obat terlarang, orang tua yang memberikan fasilitas kendaraan bermotor juga menjadi salah satu penyebab masih maraknya klitih di DIY. Bahkan, fasilitas kendaraan bermotor ini diberikan kepada anak yang belum cukup umur untuk berkendara.
"Kalau anak belum cukup umur jangan diberi motor dulu karena itu sarana untuk dan menjadi salah satu faktor untuk berbuat hal yang tidak diinginkan. Karena dengan motor dia akan kumpul-kumpul," ujar Slamet.
"Kita akan sosialisasi kepada dealer-dealer bagaimana supaya dimungkinkan ketentuan penggunaan (kendaraan seperti) kalau di Jepang itu jelas. Dia dia mau beli kendaraan harus punya lokasi garasi dan sebagainya dan diperuntukkan untuk siapa. Itu yang akan kita lakukan kedepan untuk menangani klitih," tambahnya.
Sementara itu, terkait dengan jumlah kasus penyalahgunaan obat terlarang secara keseluruhan di DIY pada 2021 ini dilaporkan menurun. Menurut Slamet, hal ini dikarenakan keaktifan petugas dalam mengungkap kasus mengingat di masa pandemi kegiatan masyarakat terbatas.
"Jumlah kejahatan narkoba dilihat dari keaktifan petugas kalau di 2020 ada 619 kejahatan dan di 2021 memang terjadi penurunan di angka 527 kasus," jelasnya.
Dari segi jumlah pelaku, juga turun dari 699 pelaku di tahun 2020 menjadi 591 pelaku di tahun 2021. Meskipun begitu, dari jumlah kuantitas atau jumlah barang bukti justru meningkat signifikan.
"Namun dari segi jumlah barang bukti yang ada, terjadi peningkatan yang signifikan di 2021. Dari jumlah ganja saja hampir 6.755 gram, tanaman ganja ada sembilan batang, ekstasi tiga butir, sabu 4.398 kilogram, tembakau gorila dan sebagainya dan bahan-bahan berbahaya lainnya itu seribu sekian butir," tambahnya.
Penyalahgunaan obat terlarang ini juga banyak ditemukan pada pelajar, mahasiswa, hingga pengangguran. Sedangkan, DIY yang merupakan Kota Pelajar menjadi tempat berkumpulnya pelajar dan mahasiswa.
Penyalahgunaan obat terlarang pada pelajar dan mahasiswa ini yang menjadi salah satu pemicu terjadinya klitih di DIY. Slamet pun menegaskan bahwa dalam pemberantasan klitih di DIY diperlukan partisipasi dari seluruh elemen masyarakat.
"Intinya ayo kita sama-sama menyelesaikan dan menangani klitih ini, tidak hanya polisi sendiri, tapi seluruh warga Yogya. Warga Yogya berarti orang yang kerja di Yogya, yang sekolah di Yogya, yang tinggal di Yogya, yang pernah lahir di Yogya dan pernah wisata di Yogya," kata Slamet.