Perlu Kepedulian Semua Mengatasi Persoalan Klitih
Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir. | Foto: Tangkapan Layar
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Aksi klitih yang merupakan kejahatan jalanan dan sebagian besar dilakukan anak-anak muda menjadi perbincangan di media sosial. Bahkan, tagar Yogya tidak Aman sempat mengemuka lantaran merebaknya aksi itu di Yogyakarta.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir menilai, kemunculan klitih merupakan akibat dari tindak kekerasan yang terbiarkan. Untuk mengatasi itu, ia merasa, jadi tanggung jawab bersama dan dikembalikan kepada tiga matra.
Pertama, keluarga. Ia mengatakan, keluarga harus meletakkan nilai damai dan anti-kekerasan sejak dini di rumah. Konsep keluarga sakinah dan sejahtera itu harus memasukkan dimensi pemuliaan manusia yang anti-kekerasan dan perdamaian.
Kemudian, perlu pula dorongan organisasi-organisasi kemasyarakatan seperti 'Aisyiyah dan lain-lain agar ada poin-poin nilai yang bisa diinternalisasi dalam keluarga. Sehingga, anak-anak sejak mereka kecil sudah belajar damai dan menghargai orang.
"Termasuk, laki-laki dan perempuan saling memuliakan, menjaga martabat, supaya stereotip tidak muncul dari bawah," kata Haedar usai Refleksi Akhir Tahun yang digelar di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu (29/12).
Kedua, lembaga pendidikan. Ia menuturkan, lembaga pendidikan harus meletakkan kekerasan, berbagai bentuk tindak asusila dan kejahatan sebagai bagian dari pembelajaran dalam lembaga pendidikan agar selalu ditanamkan langkah preventif.
Itu pula alasan Muhammadiyah maupun 'Aisyiyah selalu menekankan jika kekerasan tidak cuma seksual tapi banyak, bersifat umum, tidak cuma di tengah masyarakat. Bahkan, kekerasan masih kerap terjadi di lembaga-lembaga pendidikan Indonesia.
"Maka, lembaga pendidikan jangan grogi dan gagap, menjadi kehilangan perspektif pendidikannya. Lembaga pendidikan harus tetap menjalankan fungsi edukasi dalam menghadapi masalah-masalah kekerasan, asusila, korupsi juga," ujar Haedar.
Ketiga, masyarakat dan hukum. Haedar mengingatkan, masyarakat dan hukum harus bisa menjalankan fungsi kontrolnya. Sebab, bisa jadi kenakalan anak-anak yang terbiarkan ini lantaran masyarakat tidak memfungsikan kontrol sosial yang baik.
Menurut Haedar, ketika masyarakat sudah abai melakukan kontrol sosial, nantinya apa yang disebut kejahatan akan menjadi sesuatu yang lazim di tengah masyarakat. Karenanya, penting ada kerja simultan, termasuk masyarakat melakukan kontrol.
"Kalau di DIY yang Kota Pendidikan masih begitu, berarti tiga matra tadi harus reorientasi, sekaligus intropeksi, keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat," ujarnya.