Rabu 29 Dec 2021 20:12 WIB

Imbauan untuk Jaksa, Setop Pamer Kemewahan di Medsos

Harta kekayaan jaksa yang mencurigakan perlu dicurigai dan ditelusuri.

Red: Indira Rezkisari
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin meminta para jaksa di seluruh Indonesia untuk tak pamer kemewahan. Burhanuddin juga menegaskan, agar para jaksa tak menjadikan media sosial sebagai wadah untuk pamer gaya hidup mewah-mewahan dan hedonisme.
Foto: Dok Republika
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin meminta para jaksa di seluruh Indonesia untuk tak pamer kemewahan. Burhanuddin juga menegaskan, agar para jaksa tak menjadikan media sosial sebagai wadah untuk pamer gaya hidup mewah-mewahan dan hedonisme.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika, Bambang Noroyono

Jaksa Agung meminta jajarannya untuk berhenti menggunakan media sosial bila unggahannya tidak produktif. Salah satunya, meminta para jaksa tidak memamerkan harta kekayaannya di media sosial.

Baca Juga

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh menilai permintaan Jaksa Agung agar jaksa tidak memamerkan kemewahan tentunya berdasarkan temuan di lapangan. Pangeran memandang tindakan pamer kemewahan oleh jaksa sebagai abdi negara dan pelayan hukum akan menjatuhkan kehormatan atas tegaknya keadilan.

"Untuk itu (permintaan Jaksa Agung) wajib menjadi perhatian serius dari para Jaksa karena akan menjadi kontra produktif di mata masyarakat, mengingat peran para jaksa itu sebagai pelayan keadilan," kata Pangeran kepada Republika, Rabu (29/12). Ia pun mendukung permintaan Jaksa Agung supaya para jaksa tidak menampilkan konten kemewahan melalui media sosial. Menurutnya, permintaan Jaksa Agung ini sekaligus mengajak Korps Adhyaksa untuk tidak menyimpang dari tugas pengabdiannya sebagai penegak hukum.

"Jaksa agung juga bermaksud meminta anak buahnya untuk tetap kokoh dalam persoalan etika ketika berkomunikasi dengan masyarakat," ujar politikus dari PAN tersebut.

Selain itu, Pangeran mengapresiasi Jaksa Agung yang memperhatikan anak buahnya terkait kegiatan interaksi di media sosial. Ia berharap segenap Insan Adhyaksa mencermati setiap unggahan di media sosialnya agar terhindar dari hal-hal yang bersifat SARA, pornografi atau hoaks.

"Pesan Jaksa Agung ini penting untuk ditaati, karena tidak terbayangkan dampak buruknya, jika misalnya ada oknum kejaksaan tertangkap menyukai sebaran pornografi di media sosial, seperti Twitter dan lain-lainnya," ucap Pangeran.

Sedangkan Pakar hukum Feri Amsari mengusulkan alangkah lebih baik bila para jaksa transparan soal kekayaannya. Feri menilai permintaan Jaksa Agung patut diapresiasi. Namun ia khawatir permintaan tersebut hanya dianggap angin lalu oleh bawahannya bila tak dibarengi aksi nyata.

"Imbauan yang disampaikan Jaksa Agung itu tentu baik tapi sangat normatif," kata Feri.

Feri memandang permintaan jaksa Agung mesti didukung langkah strategis. Salah satunya dengan menelusuri kekayaan para jaksa, khususnya yang mencurigakan.

Pekan ini, Satgas 53 kembali menangkap jaksa di Kejati NTT. Penangkapan ini menunjukan masih ada pegawai kejaksaan yang gagal melaksanakan arahan Jaksa Agung soal integritas dan profesionalitas jaksa.

"Paling penting adalah apakah para jaksa yang memiliki harta yang berlebihan itu mendapatkannya dengan benar. Seharusnya Kejaksaan Agung memerintahkan Satgas 53 untuk memeriksa asal kekayaan mereka," ujar Feri.

Feri juga mengimbau para jaksa yang bekerja jujur tak perlu khawatir bila hartanya ditelusuri. Sebab hal itu sebagai bentuk transparansi kejaksaan di hadapan publik. "Dengan transparansi mestinya lebih baik untuk nama baik kejaksaan itu sendiri di mata publik," ucap Feri.

Sebelumnya, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin meminta para jaksa di seluruh Indonesia untuk tak pamer kemewahan. Burhanuddin juga menegaskan, agar para jaksa tak menjadikan media sosial sebagai wadah untuk pamer gaya hidup mewah-mewahan dan hedonisme. Kata dia, perilaku dan gaya hidup para jaksa semestinya menunjukkan karakter sebagai pelayan hukum untuk masyarakat.

"Saya ingatkan kepada seluruh jaksa, untuk tidak pamer kemewahan dan pamer gaya hidup yang hedonisme (hura-hura) dalam kehidupan sehari-hari,” ujar Burhanuddin dalam siaran pers yang diterima wartawan di Jakarta, Selasa (28/12).

"Kita sebagai jaksa, sebagai abdi negara, sepatutnya menjadi role model, menjadi contoh sebagai pelayan baik bagi masyarakat,” Burhanuddin.

Burhanuddin, juga menyinggung soal peran medsos di jagat internet yang juga digandrungi para jaksa. Kata dia, dunia maya, dan jagat medsos, adalah sarana paling gampang untuk mencari tahu tentang latar belakang seseorang, termasuk jaksa.

Ia mengingatkan, agar para jaksa, juga memperhatikan isi, maupun ungkapan-ungkapan dalam medsosnya. Burhanuddin tak ingin, para jaksa, menampilkan disparitas sosial yang tinggi dengan pamer kemewahan, dan kehidupan hedonisme di medsos.

Juga, kata Burhanuddin, agar para jaksa tak menjadikan medsos sebagai sarana untuk membuat opini yang meruntuhkan kredibilitas institusi Korps Adhyaksa. Pun tak menjadikan medsos, sebagai tempat menabur kebencian, kebohongan, maupun hal-hal yang mendiskreditkan pihak-pihak, dan orang-orang lain.

“Pastikan setiap unggahan yang di medsos, tidak mengandung hal-hal yang bersifat SARA, radikalisme, kebohongan, berita palsu dan menyerang pribadi orang lain, atau bertentangan dengan kebijakan institusi dan pemerintah,” ujar Burhanuddin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement