REPUBLIKA.CO.ID, PALESTINA -- Gerakan Jihad Islam Palestina memperingatkan soal kematian tahanan Palestina yang melakukan aksi mogok makan di penjara Israel, Kamis (30/12). Mereka mengatakan kematian seorang tahanan Palestina yang melakukan aksi mogok makan di sebuah penjara Israel itu akan dianggap sebagai pembunuhan.
"Jika Hisyam Abu Hawash, yang telah melakukan mogok makan selama 136 hari, ini syahid, kami akan menganggap ini sebagai pembunuhan berencana yang dilakukan oleh musuh (Israel) dan kami akan menangani masalah ini sesuai dengan tuntutan komitmen kami untuk menanggapi setiap pembunuhan," kata pemimpin gerakan Jihad Islam, Ziyad Al-Nakhala, dilansir di Middle East Monitor, Jumat (31/12).
Sebelumnya pada Kamis, Klub Tahanan Palestina (PCC), sebuah LSM yang mengadvokasi hak-hak tahanan Palestina, menyatakan keprihatinan Abu Hawash menghadapi kondisi kesehatan kritis di Rumah Sakit Assaf Harofeh Israel. Abu Hawash melanjutkan aksi mogok makannya selama 136 hari berturut-turut.
Sementara di sisi lain, otoritas Israel menolak menanggapi permintaannya mengakhiri penahanan administratif. Abu Hawash adalah salah satu dari sekitar 60 narapidana dan tahanan administratif yang melakukan mogok makan menentang kebijakan penahanan administratif Israel.
Penahanan administratif mengizinkan otoritas Israel menahan seseorang tanpa batas waktu dan tanpa penuntutan atau pengadilan. Abu Hawash adalah seorang ayah dari lima anak.
Dia ditangkap oleh otoritas Israel pada 27 Oktober 2020 di bawah penahanan administratif. Menurut lembaga yang memantau situasi dan perlakuan terhadap para tahanan, setidaknya 500 dari sekitar 4.550 narapidana Palestina di penjara Israel adalah tahanan administratif.