REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM - Sejumlah aksi unjuk rasa pada Kamis di seluruh Sudan, termasuk ibu kota Khartoum, menuntut pemulihan pemerintahan sipil. Demonstrasi terjadi di beberapa daerah di Khartoum, Kasala, dan Port Sudan di timur negara itu, serta kota Atbara di utara, menurut koresponden Anadolu Agency di lapangan.
Selama demonstrasi, pengunjuk rasa menyerukan pemerintahan sipil yang demokratis dan mengecam kesepakatan politik baru-baru ini antara militer dan Perdana Menteri Abdalla Hamdok.
Layanan internet pada Kamis mengalami gangguan koneksi di ibu kota dan daerah lain sebelum demonstrasi karena penyedia memutus layanan seluler. Baik pihak berwenang, maupun penyedia internet sejauh ini tidak mengomentari masalah itu.
Pada Rabu, otoritas keamanan menutup beberapa jembatan dan rute darat, memasang penghalang beton dan kawat berduri di jalan menuju istana presiden. Seruan protes dibuat oleh Asosiasi Profesional Sudan, yang menolak kesepakatan yang ditandatangani bulan lalu dan menyerukan pemerintahan sipil penuh.
Sudan berada dalam kekacauan sejak 25 Oktober ketika militer Sudan membubarkan pemerintah transisi Hamdok dan mengumumkan keadaan darurat. Hamdok dibebaskan pada 21 November di bawah kesepakatan dengan panglima militer Abdel Fattah Al-Burhan, dalam sebuah langkah yang ditolak oleh pasukan politik dan sipil Sudan sebagai "upaya untuk melegitimasi kudeta".
Pada Sabtu, ribuan pengunjuk rasa turun ke jalan di Khartoum dan kota-kota lain untuk mendorong pemerintahan sipil penuh di negara Afrika utara itu. Sebelum kudeta militer 25 Oktober, Sudan dikelola oleh dewan berdaulat pejabat militer dan sipil yang mengawasi periode transisi hingga pemilihan umum pada 2023 sebagai bagian dari pakta pembagian kekuasaan antara militer dan koalisi Pasukan Kebebasan dan Perubahan.