REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Implementasi perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Kawasan atau Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) akan dimulai pada 1 Januari 2022. Pada tahun pertama, antar negara anggota RCEP akan saling membebaskan bea masuk sebesar 65 persen.
"Implementasi RCEP tidak dilakukan secara langsung, namun bertahap sesuai dengan kesepakatan," kata Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam konferensi pers, Jumat (31/12/201).
Ia menyampaikan, komitmen pembebasan tarif bea masuk dalam RCEP mencakup 92 persen dari produk seluruh anggota RCEP yang disepakati. Besaran komitmen pembebasan tarif itu akan ditambah menjadi 80 persen di tahun kesepuluh implementasi atau tepatnya pada 2032 mendatang.
Kemudian di tahun kelima belas atau 2037 pembebasan tarif akan mencapai 15 persen. Komitmen pembebasan bea masuk 92 persen akan mulai dilaksanakan di tahun kedua puluh yang jatuh pada 2042.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, produk unggulan ekspor Indonesia dalam RCEP di antaranya serat nabati, produk kertas dan bubur kertas, bahan kimia, karet, plastik, mineral, logam, besi dan baja, perkayuan, makanan, serta listrik dan gas.
Adapun untuk impor produk bagi Indonesia dalam perjanjian tersebut yakni mesin dan peralatan mekanis, perlengkapan elektrik, plastik dan barang dari plastik, besi dan baja, kimia organik, kendaraan, perangkat optik dan medis, produk kimia, ampas atau sisa industri, serta produk farmasi.
Airlangga mengatakan, dalam jangka panjang RCEP akan meningkatkan produk domestik bruto (PDB) sebesar 0,07 persen pada tahun 2040 mendatang. Sebaliknya, angka PDB akan turun 0,08 persen jika Indonesia tidak bergabung.
Begitu pula dalam neraca perdagangan. Nilai ekspor diperkirakan akan meningkat 5,01 miliar dolar AS dan bisa menurun 228 juta dolar AS jika tidak bergabung dalam RCEP. Sementara itu, nilai impor diyakini meningkat 4,05 miliar dolar AS dan dapat turun 158 juta dolar AS jika tak bergabung.