REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengingatkan pentingnya literasi kebencanaan. Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Lilik Kurniawan mengatakan, literasi kebencanaan perlu diketahui oleh masyarakat, khususnya tentang kejadian bencana besar yang pernah terjadi di masa lalu. Misalnya saja peristiwa siklon tropis Flores yang melanda Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 1973 yang kembali terjadi pada tahun ini.
“Masyarakat di wilayah rawan bencana juga harus mengetahui potensi bahaya di sekitar tidak cukup berhenti kepada pemerintah daerah saja,” ujarnya seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Jumat (31/12).
Pembelajaran berikutnya mengenai upaya mitigasi risiko gempa dengan penguatan bangunan dan kesiapsiagaan masyarakat. Ini tidak hanya pada pembangunan rumah yang baru tetapi juga penguatan tempat tinggal warga yang sudah ada dan berada di kawasan rawan gempa bumi. Kemudian, dia menambahkan, penguatan struktur bangunan atau retrofitting menjadi salah satu pilihan, tentunya harus dengan biaya murah dan bisa dilakukan sendiri oleh masyarakat.
Tak hanya itu, Lilik menilai perlu adanya mitigasi kultural yakni masyarakat diajak mengetahui langkah-langkah menghadapi bencana atau bahkan melakukan simulasi dan latihan kebencanaan. Misalnya ketika gempa bumi, masyarakat harus tahu cara evakuasi hingga titik kumpul yang aman.
Selanjutnya, kejadian bencana pada 2021 juga tidak terlepas dari faktor alih fungsi peruntukan lahan. Menurut Lilik, permasalahn tata ruang, khususnya yang berbasis mitigasi risiko ini sesuatu yang mudah diucapkan tetapi pada tahapan implementasi masih menjadi tantangan, khususnya penekanan pada konteks penanggulangan bencana. Oleh karenanya, ia meminta peran dari masyarakat dalam kontrol sosial di lapangan.
Di samping itu, catatan mengenai pemulihan daya dukung lingkungan juga harus dilakukan secara optimal. Kejadian hidrometeorologi basah pada tahun ini diperparah oleh menurunnya daya dukung lingkungan. Perubahan lansekap secara masif terlihat yang pada gilirannya menyebabkan degradasi lingkungan pada sisi hulu dan sepanjang aliran sungai. BNPB melihat perlu adanya upaya mempertahankan Kawasan lingkungan dan ekosistem yang sangat penting dalam mengurangi potensi banjir, khususnya pada DAS panjang yang perbedaan elevasi rendah.
"Restorasi ekosistem ini menjadi jawaban untuk solusi jangka panjang, " ujarnya
Catatan terakhir mengenai bencana erupsi Semeru pada awal Desember lalu, BNPB melihat kembali peringatan dini kegunungapian yang perlu dikoordinasikan dan disempurnakan dengan lebih terintegrasi, khususnya untuk perintah evakuasi di saat kontinjensi dan darurat. Penyesuaian level aktivitas gunung api yang tidak hanya berpatokan pada aktivitas erupsi tetapi juga aktivitas vulkanik lain, seperti awan panas guguran yang mengancam keselamatan masyarakat.