Jumat 31 Dec 2021 20:20 WIB

Sepanjang 2021, BNPB Catat 3.092 Kejadian Didominasi Bencana Hidrometeorologi

BNPB mengingatkan pentingnya literasi kebencanaan seperti wilayah rawan bencana.

Rep: Dian Fath Risalah, Antara/ Red: Ratna Puspita
Sepanjang 2021 BNPB mencatat 3.092 kejadian yang didominasi bencana hidrometeorologi. (Foto: Banjir di Desa Dalam Pagar Ulu, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan)
Foto: Antara/Bayu Pratama S
Sepanjang 2021 BNPB mencatat 3.092 kejadian yang didominasi bencana hidrometeorologi. (Foto: Banjir di Desa Dalam Pagar Ulu, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sepanjang 2021 BNPB mencatat 3.092 kejadian yang didominasi bencana hidrometeorologi. Bencana yang paling sering terjadi, yaitu banjir dengan 1.298 kejadian, cuaca ekstrem 804 kejadian, dan tanah longsor 632 kejadian.

Lalu, kebakaran hutan dan lahan 265, gelombang pasang dan abrasi 45, gempa bumi 32, kekeringan 15, dan erupsi gunung api 1. Dari sejumlah bencana tersebut, tercatat warga menderita dan mengungsi 8.426.609 jiwa, luka-luka 14.116, meninggal dunia 665 dan hilang 95.

Baca Juga

Sedangkan, dampak kerusakan tercatat rumah sebanyak 142.179 unit, fasilitas umum 3.704, kantor 509 dan jembatan 438. Rincian kerusakan rumah, yaitu rumah rusak berat 19.163 unit, rusak sedang 25.369 dan rusak ringan 97.647. 

"Melihat perbandingan jumlah bencana, bencana pada tahun 2021 ini lebih sedikit dibandingkan tahun lalu. Pada tahun lalu bencana berjumlah 4.649 kejadian, sedangkan pada tahun ini 3.092 atau turun 33,5 persen," kata Plt Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari, Jumat (31/12). 

Namun, hal menjadi perhatian, yakni jumlah populasi yang meninggal dunia lebih tinggi. BNPB mencatat korban meninggal pada tahun ini sebanyak 665 jiwa, atau naik 76,9 persen. 

Kenaikan tidak hanya pada jumlah korban jiwa tetapi juga korban luka-luka, warga terdampak dan mengungsi serta rumah rusak. "Untuk itulah, pembelajaran dari rangkaian kejadian bencana diatas penting untuk dijadikan acuan bagi rencana kesiapsiagaan yang lebih baik di tahun-tahun ke depan,” kata dia.

Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Lilik Kurniawan mengingatkan pentingnya literasi kebencanaan. Masyarakat perlu mengetahui kejadian bencana besar yang pernah terjadi pada masa lalu.

"Penyampaian literasi bencana tidak cukup berhenti kepada pemerintah daerah saja. Masyarakat di wilayah rawan bencana juga harus mengetahui potensi bahaya di sekitar, seperti di NTT,” ujar dia.

Baca juga:

Pembelajaran berikutnya mengenai upaya mitigasi risiko gempa dengan penguatan bangunan dan kesiapsiagaan masyarakat. Selain itu, Lilik menambahkan, perlu adanya mitigasi kultural, yakni masyarakat diajak mengetahui langkah-langkah apabila gempa bumi terjadi, misalnya cara evakuasi, titik kumpul hingga simulasi atau latihan kesiapsiagaan. 

Pakar Hidrologi dan Sumber Daya Air dari Universitas Jenderal Soedirman Yanto, Ph.D mengemukakan bahwa pemerintah sebaiknya tetap menjadikan mitigasi banjir sebagai program prioritas pada tahun 2022. Di Purwokerto, Banyumas, Jumat, ia mengatakan, selama tahun 2021 angka kejadian bencana alam seperti banjir masih tergolong tinggi di wilayah Indonesia.

Menurut dia, sebagian besar dari 3.078 kejadian bencana yang menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana terjadi sepanjang tahun 2021 dipicu oleh hujan. "Dari jumlah tersebut, 89 persen disebabkan oleh fluktuasi hujan, baik berupa banjir, cuaca ekstrem, tanah longsor, dan kekeringan. Banjir masih mendominasi jumlah kejadian bencana di Indonesia, sebanyak 42 persen dari keseluruhan bencana yang tercatat," katanya.

Karena itu, ia mengatakan, program-program penguatan kapasitas mitigasi banjir mesti dijadikan sebagai prioritas pada 2022. Dia juga mengemukakan pentingnya peningkatan upaya untuk mengurangi dampak perubahan iklim. "Menghentikan perubahan iklim bisa dikatakan merupakan hal yang mustahil, sehingga satu-satunya kesempatan untuk mengurangi banjir dan dampaknya adalah melalui pengelolaan lahan yang baik," katanya.

Baca juga: Yenny Wahid: Orang Jadi Radikal karena Frustrasi dan Diprovokasi Bahasa Agama atau Politik

Ia mengatakan bahwa konservasi lahan dan rehabilitasi lahan kritis wajib dilakukan di daerah hulu ungai untuk mencegah banjir. "Sementara di daerah hilir, yang pada umumnya berupa wilayah permukiman, maka pembangunan infrastruktur mitigasi banjir seperti sumur resapan dan biopori harus dikerjakan," katanya.

Di samping itu, dia menekankan pentingnya pembuatan peta daerah rawan banjir dalam upaya memperkuat kapasitas mitigasi. "Peta rawan banjir ini bisa mendukung upaya penyebarluasan informasi agar lebih tepat sasaran," katanya.

"Dengan adanya peta rawan banjir, maka layanan lokasi yang ada di perangkat gawai masyarakat dapat digunakan untuk menyampaikan informasi secara langsung dan terfokus saat ada masyarakat yang memasuki daerah rawan banjir," ia menambahkan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement