REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Amerika Serikat (AS) menyatakan tidak akan mencabut sanksi terhadap Suriah. Sanksi bakal tetap diterapkan selama belum ada kemajuan dalam solusi politik di negara tersebut.
“Kami tidak akan pernah mencabut sanksi atau mendukung pembangunan kembali Suriah kecuali ada kemajuan yang tidak dapat diubah menuju solusi politik,” kata seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS, dikutip laman Middle East Monitor, Sabtu (1/1).
Dia pun memperingatkan negara-negara yang berencana memulihkan hubungan dengan pemerintahan Presiden Suriah Bashar al-Assad agar mengurungkan niatnya. “(Tengok) kekejaman yang dia (Assad) lakukan terhadap warga Suriah selama satu dekade terakhir, di samping upaya mencegah pengiriman bantuan kemanusiaan ke banyak bagian negara tersebut,” ujarnya.
Pernyataan tersebut muncul setelah Bahrain menunjuk kembali duta besar pertamanya untuk Suriah dalam satu dekade pada Kamis (30/12) lalu. Jabatan itu bakal diemban Waheed Mubarak Sayyar. Belum diumumkan kapan Sayyar akan mulai aktif berdinas di Damaskus.
Sejak dibekap konflik sipil pada 2011, Suriah dikeluarkan dari Liga Arab. Negara anggota Liga Arab juga mengecam Assad karena gagal bernegosiasi dengan pihak oposisi dan menggunakan kekuatan militer berlebihan untuk membungkam mereka.
Pada Desember 2018, mantan presiden Sudan Omar al-Bashir mengunjungi Suriah dan bertemu Presiden Suriah Bashar al-Assad. Dia menjadi pemimpin negara anggota Liga Arab pertama yang mengunjungi Damaskus sejak Suriah didera konflik sipil. Dalam kunjungan itu, al-Bashir mengungkapkan harapannya bahwa Suriah dapat segera memulihkan peran pentingnya di kawasan. Ia juga menegaskan kesiapan Sudan membantu semua hal yang dibutuhkan untuk mengembalikan integritas teritorial Suriah.
Sejak saat itu, sejumlah negara anggota Liga Arab lainnya mulai mencairkan hubungannya kembali dengan Suriah. Pada akhir 2018, Uni Emirat Arab (UEA) membuka lagi kantor misi diplomatiknya di Damaskus. Oman menjadi negara pertama yang mempekerjakan lagi duta besarnya untuk Suriah pada 2020.
Pada November lalu, Assad bertemu dengan menteri luar negeri UEA. Mereka menyerukan agar Suriah diterima kembali di Liga Arab. UEA adalah salah satu dari beberapa negara di kawasan yang mendukung kelompok pemberontak di Suriah. Namun peran Abu Dhabi terbilang kecil jika dibandingkan Arab Saudi dan Qatar. Hingga kini Riyadh dan Doha belum menjalin kembali hubungan dengan Damaskus.