'Jadikan Tahun 2022 untuk Perkuat Toleransi'

Red: Fernan Rahadi

Toleransi (ilustrasi)
Toleransi (ilustrasi) | Foto: Republika/Prayogi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persoalan intoleransi masih menjadi problem serius yang dihadapi bangsa ini. Potensi benturan, konflik dan kekerasan yang bernuansakan perbedaan primordial masih cukup tinggi baik luring maupun daring. Memasuki tahun 2022, sudah saatnya bangsa ini menyudahi konflik antar suku, agama apapun yang berbeda berbalut intoleransi. Segenap lapisan bangsa harus menyadari pentingnya moderasi agama sebagai jembatan toleransi dan kerukunan antar umat.

Presiden Lajnah Tanfidziyah (LT) Syarikat Islam Indonesia, KH Muflich Chalif Ibrahim menunjukkan optimismenya menyongsong tahun 2022 sebagai tahun toleransi dan moderasi beragama. Menurutnya, moderasi beragama dapat menjadi pendorong lahirnya sikap toleransi, sebagaimana telah secara jelas tertuang dalam Pancasila sebagai perjanjian bangsa bahkan dalam ajaran agama islam

"Dalam agama islam sendiri sudah banyak tuntunan soal itu (toleransi). Jadi kalau dia semakin baik interaksi (personal dan interpersonal ) dia, maka dia akan semakin baik dalam beragama. Jadi kalau dia baik dalam beragama Insya Allah dia akan semakin toleran,” ujarnya dalam siaran pers, Senin (3/1).

Ia melanjutkan, bangsa Indonesia yang beragam ini sebagai suatu yang ditakdirkan oleh Allah SWT. Sehingga, menjadi suatu yang wajib disyukuri seluruh elemen bangsa ini. Karena perbedaan itu adalah suatu keniscayaan. Menurutnya praktik intoleransi sangat terkait dengan kurangnya pemahaman agama.

"Kenapa intoleransi kerap terjadi? Itu karena pemahaman agamanya yang kurang. Padahal perbedaan dan keragaman adalah bagian dari anugerah, amanah titipan dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala untuk bangsa ini yang harus kita rawat dan jaga dengan baik. Saya pribadi ataupun siapa pun juga harus menyadari dan mensyukuri," ungkapnya.

Kyai Muflich menambahkan, menurut pandangannya, intoleransi justru dapat merusak fitrah kemuliaan manusia dan nilai kemanusiaan yang luhur, karena tidak mampu mengendalikan diri untuk tidak mencampuri atau mengintervensi keyakinan atau pandangan orang lain. Sehingga, perlu agar masyarakat diingatkan untuk kembali kepada perjanjian luhur bangsa.

"Kita memiliki konsensus bersama, dimana kita ada UUD 1945, kita punya Pancasila, itulah yang perlu kita dengungkan kepada seluruh elemen bangsa ini, karena orang intoleran cenderung lupa, bahwa kita ini bangsa yang ramah dan berbudaya luhur serta tidak menyadari itu semua akan memecah belah kita sebagai bangsa yg besar dan luhur peradabannya," jelasnya.

Untuk itu, pria kelahiran Jakarta, 8 November 1970 silam ini memandang pentingnya moderasi beragama untuk menumbuhkan kesadaran hidup dalam kerukunan ditengah perbedaan agar umat dapat mengamalkan ajaran agama yang mulia kepada kehidupan masyarakatnya. "Jadi kita dorong umat, sesuai dengan keyakinan agamanya mereka masing masing.  Pegang teguhlah itu agamanya, pelajari itu semua (agar menjadi moderat)," ujarnya.

Terkait peran pemerintah dalam moderasi agama kepada masyarakat, pria yang pernah menjabat sebagai anggota MPR-RI ini menilai pemerintah memiliki peran penting untuk membukakan pintu seluas-luasnya untuk dialog kebhinekaan antar tokoh suku dan agama, terkait peran vital para tokoh sebagai ujung tombak moderasi beragama.

"Pemerintah punya peran penting untuk membuka ruang-ruang untuk dialog. Tokoh-tokoh masyarakat, agama ataupun pejabat-pejabat kita semuanya harus membiasakan diri untuk memberikan tauladan, baik dalam bertutur kata, santun, sopan perilaku dalam menyikapi berbagai hal. Ini juga merupakan bagian dari tanggung jawab kita kepada sejarah bangsa dan negara dan juga kepada generasi setelah kita," ungkapnya.

Tak hanya pemerintah, Kyai Muflich juga ingin mendorong semua lapisan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam hal moderasi beragama. Cerdas dalam berperilaku dengan tidak mencampuradukkan aqidah dan ibadah dengan keyakinan masing-masing  ataupun dengan ibadahnya agama lain. Karena sebagai orang yang beriman, bangsa yang beriman, bangsa yang merdeka, tentunya sangat wajib untuk menjaga dan memelihara persatuan.

"Jadi seluruh lapisan masyarakat harus ikut menyauarakan dan tahu manfaat toleransi, apa itu toleransi, dan harus terus menerus disuarakan dalam konteks berbangsa dan bernegara. Kepada generasi muda kita agar tidak lemah itu, yang harus kita perhatikan selain kepada Allah adalah kita juga harus mengatakan sesuatu yang benar, yang lurus," ungkapnya.

Ia berharap, bukan hanya tahun 2022 yang akan menjadi tahun toleransi dan moderasi beragama, namun seterusnya dan sepanjang masa. Karena menurutnya, hal ini menjadi kunci prioritas dalam membangun perdamaian, peradaban luhur mulia itu harus diperhatikan bersama-sama, untuk dijaga dan dibangun oleh seluruh masyarakat melalui moderasi beragama.

"Harapan saya, terbangun kesadaran kolektif seluruh element bangsa akan pentingnya kita memelihara, menjaga keutuhan bangsa, kerukunan, perdamaian bahkan kekompakan/soliditas dan solidaritas sebangsa setanah air apapun suku dan agamanya," katanya mengakhiri.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Terkait


Para Imam di Brunei Imbau Umat Islam Muhasabah Akhir dan Awal Tahun

Pesan Putra Kiai Zainuddin MZ di Pengujung Akhir Tahun

Wamenag Ajak Masyarakat Sambut Tahun Toleransi 2022

Pidato Tahun Baru, Pemimpin Korut Bahas Pola Makan Bukan Senjata Nuklir dan AS

Pesan Tahun Baru Xi Jinping untuk Warga China

Republika Digital Ecosystem

Kontak Info

Republika Perwakilan DIY, Jawa Tengah & Jawa Timur. Jalan Perahu nomor 4 Kotabaru, Yogyakarta

Phone: +6274566028 (redaksi), +6274544972 (iklan & sirkulasi) , +6274541582 (fax),+628133426333 (layanan pelanggan)

[email protected]

Ikuti

× Image
Light Dark