REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR yang juga anggota Komisi VII Mulyanto mengkritik peleburan Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Menurutnya, proses tersebut dapat menghambat pengembangan vaksin Merah Putih untuk Covid-19.
"Pemerintah jangan gegabah, perlu memikirkan soal ini secara seksama. Jangan sampai program strategis yang menjadi amanat PRBM Eijkman, misalnya untuk mengembangkan riset vaksin Merah Putih menjadi mandek atau terbengkalai," ujar Mulyanto dalam keterangan tertulisnya, Senin (3/1).
Menurutnya, tidak mudah mencari pengganti para peneliti ini dalam waktu singkat. Begitu pula posisi laboratorium yang strategis, sehingga akses kepada sampel, bahan, alat, dan sumber daya manusia (SDM) medis sangat mudah.
"Ini akan membuat jadwal produksi vaksin Merah Putih Eijkman semakin molor," ujar Mulyanto.
Perubahan kelembagaan LBM Eijkman membuat pengembangan vaksin Merah Putih ini menjadi semakin tidak menentu nasibnya. Karenanya, pemerintah harus segera menjelaskan duduk-perkara soal ini kepada publik.
"Agar harapan publik terhadap produksi vaksin Merah Putih dari LBM Eijkman ini tidak sekedar menjadi pepesan kosong," ujar Mulyanto.
Diketahui, berdasarkan Perpres 78 Tahun 2021 tentang BRIN, maka seluruh lembaga penelitian harus diintegrasikan ke BRIN. Ada lima lembaga penelitian yang resmi terintegrasi ke dalam BRIN per 1 September 2021, antara lain LAPAN, BATAN, LIPI, BPPT, dan Kemenristek/BRIN.
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman, Wien Kusharyoto, mengatakan, ada ratusan tenaga honorer dan pegawai pemerintah non-pegawai negeri (PPNPN) yang tidak diberhentikan kontraknya. Penonaktifan ini dilakukan setelah Eijkman terintegrasi dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
"Ada 113 tenaga honorer dan PPNPN (yang dinonaktifkan), 71 di antaranya staf peneliti," ujar Wien, Ahad (2/1).