Selasa 04 Jan 2022 07:10 WIB

Selain Polri, Gubernur Lemhannas Juga Usulkan BNPT di Bawah Dewan Keamanan Nasional

Usulan tersebut merupakan upaya untuk penyempurnaan reformasi sektor keamanan.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Mas Alamil Huda
Gubernur Lemhannas Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo mengusulkan Polri di bawah kementerian.
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Gubernur Lemhannas Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo mengusulkan Polri di bawah kementerian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Agus Widjojo mengatakan, usulannya terkait pembentukan Dewan Keamanan Nasional bukan semata-mata untuk menempatkan Polri di bawah kementerian. Ia mengatakan, usulan tersebut merupakan upaya untuk penyempurnaan reformasi sektor keamanan. 

"Jadi ini adalah untuk mengingatkan kembali wacana tentang pemikiran-pemikiran yang ada dalam berbagai komponen bangsa," kata Agus kepada Republika.co.id, Senin (3/1).

Baca Juga

Agus menuturkan, selain Polri, institusi lainnya seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) nantinya juga akan ditempatkan di dalam Dewan Keamanan Nasional. Sehingga diharapkan nantinya harus ada kerja sama yang erat antara insitusi tersebut dengan kementerian terkait.

"Sekarang kita bertanya, polisi itu melaksanakan kebijakan nasional apa? Tidak bisa sebuah lembaga operasional itu merumuskan kebijakannya sendiri, melaksanakannya sendiri, membuat anggarannya sendiri, melaksanakannya sendiri, mengawasi sendiri tidak ada check and balances," ungkapnya.

Selain itu, pihaknya juga mempertimbangkan untuk memasukkan Imigrasi ke dalam portofolio tersebut. Selain Imigrasi, institusi lain seperti Bea Cukai, Bakamla, juga akan dimasukan dalam Dewan Keamanan Nasional. 

"Jadi bukan urgensi atau bukan, tapi itu nanti akan kita harapkan untuk menambahkan meningkatkan efisiensi dan efektifitas kebijakan nasional.  Jadi ada sebuah kebijakan nasional, yang sifatnya komprehensif dalam masalah keamanan dalam negeri yang terbagi habis oleh instansi-instansi operasional tadi itu," tuturnya.

Agus menjelaskan, di dalam sistem politik demokratis di Indonesia, institusi-institusi operasional seperti TNI dan Polri tidak bisa berdiri independen dan otonomi dari otoritas politik. Keberadaan Polri di bawah presiden justru tidak efektif dan hanya membebani presiden. 

"Kasihan presiden dibebani tugas dan tanggung jawab untuk menangani Polri, bayangkan untuk memberikannya rumusan kebijakan umum, untuk memikirkan tentang anggarannya, dan untuk mengadakan pengawasannya karena apa, fungsi-fungsi pemerintahan itu di dalam tataran operasional itu sudah terbagi habis pada portofolio menteri-menteri," terangnya.

"Maksudnya apa, supaya membebaskan presiden dari beban operasional sehingga presiden itu bisa punya keleluasaan untuk berpikir strategis dan merumuskan kebijakan umum pada tingkat nasional. itu adalah kaidah tata laksana pemerintahan," imbuhnya.

Ia juga mengatakan, sebuah lembaga bisa langsung di bawah presiden kalau lembaga itu adalah lembaga alat bantu pembuat keputusan presiden seperti wantimpres, KSP. "Tetapi kalau itu adalah institusi-institusi instansi operasional, dia terbagi habis di bawah menteri-menteri," ujarnya. 

Baca juga : 29 Tahun Republika, Jokowi: Jadi Bagian Penting Perjalanan Pers Tanah Air

Agus juga menanggapi terkait adanya kekhawatiran sejumah pihak yang menilai ditempatkannya Polri di bawah kementerian rawan ditunggangi kepentingan politik. Ia pun mengajak semua partai politik untuk dewasa melihat hal tersebut.

"Semua harus dewasa termasuk partai politiknya, sekarang saya tanya, sebetulnya yang memperjuangkan anggaran pertahanan supaya besar untuk kesejahteraan prajurit itu tanggung jawab siapa? Tanggung jawab semua partai politik, anggaran untuk kesejahteraan prajurit itu naik ketika diusulkan partai politik di DPR, jadi semua harus memiliki itu kepentingan nasional. Namanya itu kepentingan nasional," tegasnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement