REPUBLIKA.CO.ID, PORT-AU-PRINCE – Perdana Menteri (PM) Haiti Ariel Henry selamat dari percobaan pembunuhan. Sekelompok orang bersenjata menembakinya saat dia menghadiri sebuah acara untuk memperingati 218 tahun kemerdekaan Haiti pada Sabtu (1/1) pekan lalu.
Menurut keterangan yang dirilis kantor perdana menteri Haiti pada Senin (3/1/2022), aksi penembakan terhadap Henry terjadi di sebuah gereja di kota Gonaives. Saat itu, terdapat acara peringatan kemerdekaan Haiti di sana.
Rekaman video yang beredar di media sosial menunjukkan Henry dan rombongannya bergegas menuju kendaraan mereka ketika sebuah kelompok bersenjata mulai menembak di luar katedral di Gonaives. Menurut laporan media lokal, serangan itu menyebabkan satu orang tewas dan dua lainnya terluka.
Kepolisian nasional Haiti belum memberikan konfirmasi resmi perihal jatuhnya korban jiwa dan luka akibat insiden tersebut. Surat perintah penangkapan untuk membekuk para pelaku penembakan Henry dan rombongannya telah diterbitkan. Belum ada kelompok yang mengklaim bertanggung jawab atas aksi penyerangan tersebut.
Insiden yang menimpa Henry memperbarui kekhawatiran tentang keselamatan para pejabat Haiti. Pada Juli tahun lalu, Haiti sempat menjadi sorotan dunia. Presiden negara tersebut yakni Jovenel Moise dibunuh 28 tentara asing.
Moise resmi menjabat sebagai presiden pada 2017. Kala itu Haiti, yang notabene merupakan negara termiskin di Amerika, masih berusaha pulih dari gempa dahsyat 2010 dan badai Matthew. Namun di bawah kepresidenan Moise, kehidupan warga Haiti semakin memburuk. Pengangguran meluas dan inflasi melonjak. Bahan makanan serta bahan bakar pun langka.
Di tengah keterpurukan, muncul laporan tentang penggelapan dana miliaran dolar oleh para pejabat pemerintah dari proyek pembelian bahan bakar murah Venezuela. Kesepakatan itu dikenal dengan nama Petrocaribe. Laporan lebih lanjut mengaitkan dua perusahaan milik Moise dengan penyalahgunaan dua miliar dolar AS dari dana tersebut.
Moise membantah melakukan kesalahan. Dalam sebuah langkah yang dilihat oleh para pengkritiknya sebagai pembalasan, ia menangguhkan dua pertiga senat yang menuduhnya serta semua 119 anggota majelis deputi pada tahun 2020. Moise berdalih mandat mereka telah berakhir setelah ia gagal menyelenggarakan pemilihan legislatif pada 2019.
Ketika warga Haiti turun ke jalan untuk melakukan protes, Moise mengambil tindakan yang ekstrem. Ia menugaskan geng-geng bersenjata untuk meneror para pengkritiknya. Serangkaian serangan dan pembunuhan terjadi, termasuk pembantaian La Saline. Peristiwa berdarah itu mendorong pemerintahan mantan presiden AS Donald Trump menjatuhkan sanksi terhadap tiga antek Moise.
Dua pekan setelah kematian Moise, Ariel Henry dilantik sebagai perdana menteri. Hingga kini, Haiti belum menentukan waktu penyelenggaraan pemilu presiden.