REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah tinjauan keselamatan udara mengungkap bahwa 2021 merupakan tahun teraman untuk terbang sejak 2017. Pasalnya, jumlah kecelakaan dan korban jiwa yang diakibatkan jauh lebih sedikit dibanding tahun sebelumnya.
Konsultan keselamatan penerbangan Belanda To70 melaporkan bahwa sebanyak 81 orang kehilangan nyawa dalam empat kecelakaan fatal di seluruh dunia tahun lalu. Sementara, pada 2020, ada 299 kematian dalam lima kecelakaan.
Sehubungan dengan tingkat penerbangan, secara global itu adalah tahun teraman di seluruh dunia sejak 2017. Hanya ada satu kecelakaan yang melibatkan jet penumpang, yakni penerbangan Sriwijaya Air SJ182.
Pada 9 Januari 2021, pesawat Boeing 737-500 itu lepas landas dari ibu kota Indonesia, Jakarta, menuju Pontianak, Kalimantan. Pesawat jatuh ke Laut Jawa tak lama setelah keberangkatan, menewaskan 62 penumpang dan awak.
Kecelakaan terjadi di dekat lokasi jatuhnya Lion Air Flight 610 pada 29 Oktober 2018. Insiden diduga terjadi karena kesalahan auto throttle pada pesawat yang sudah berusia 26 tahun.
Tiga kecelakaan fatal lainnya melibatkan pesawat baling-baling penumpang kecil dalam layanan komersial. Pada 2 Maret 2021, Let 410 milik South Sudan Supreme Airlines jatuh di Sudan Selatan.
Kecelakaan yang menewaskan 10 orang itu disebabkan oleh masalah mekanis. Jenis pesawat yang sama terlibat dalam kecelakaan ketiga, terjadi pada 12 September 2021 di daratan Rusia.
Empat orang tewas ketika Aeroservice Let 410 menabrak landasan pacu di Kazatjinskoje di Siberia. Pesawat menabrak pohon akibat jarak pandang yang buruk. Sebanyak 12 belas orang, termasuk kapten, selamat.
Kecelakaan lain yaitu jatuhnya Shorts 360 milik Malu Aviation tak lama setelah lepas landas dari kota timur Shabunda, Republik Demokratik Kongo. Insiden terjadi pada 23 Desember 2021.
Secara keseluruhan, ada 34 kecelakaan nonfatal pada 2021, lebih sedikit satu kasus dari tahun sebelumnya. Sementara, tingkat kecelakaan fatal untuk pesawat besar dalam transportasi udara komersial pada 2021 cenderung rendah.
Setelah kalkulasi dari tinjauan penerbangan, tingkat kecelakaan fatal 2021 adalah satu berbanding 5,3 juta, sehingga disebut terendah sejak 2017. Pada 2020, skalanya sebesar satu berbanding 3,7 juta.
Meski demikian, Adrian Young yang menyusun tinjauan itu juga menyebut 2021 sebagai tahun yang sangat sulit bagi penerbangan sipil. Penyebab utamanya yakni karena pandemi Covid-19.
"Krisis yang berkelanjutan telah mengakibatkan kebangkrutan lebih dari selusin maskapai penerbangan tahun ini. Dua di antaranya adalah Air Namibia dan Alitalia," kata Young.
Banyak maskapai penerbangan mencari pinjaman atau utang tambahan untuk menghidupi perusahaan. Bandara dan pemasoknya juga mengalami penurunan signifikan dalam penerbangan, penumpang, dan pendapatan.
Industri penerbangan disebutnya mengalami masalah lain yang berkaitan dengan pelatihan penyegaran pekerja setelah lama absen. Masalah kesehatan mental juga menjadi tantangan yang rentan dihadapi.
Young memperingatkan bahwa data insiden penerbangan menunjukkan bahwa ketidaksiapan atau ketidaktahuan setelah periode tidak aktif bisa memengaruhi keselamatan penerbangan. Butuh upaya ekstra untuk mengatasinya.
"Kami berharap upaya untuk meminimalisasi ancaman baru yang ditimbulkan pada penerbangan sipil di masa krisis dapat ditekan oleh inisiatif yang diambil di seluruh industri,” katanya, dikutip dari laman Independent, Senin (3/1/2022).