Rabu 05 Jan 2022 12:56 WIB

Israel Bunuh 313 Warga Palestina pada 2021, Anak-Anak Ikut Jadi Sasaran

B'Tselem menyebut 14 Mei 2021 hari paling mematikan di Tepi Barat sejak 2002.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
 Warga Palestina bentrok dengan tentara Israel di desa Burqa dekat kota Nablus, Tepi Barat, 23 Desember 2021. Bentrokan meletus setelah pemukim Israel tiba untuk memprotes di dekat desa tempat seorang pemukim dibunuh pekan lalu oleh warga Palestina.
Foto: EPA-EFE/ALAA BADARNEH
Warga Palestina bentrok dengan tentara Israel di desa Burqa dekat kota Nablus, Tepi Barat, 23 Desember 2021. Bentrokan meletus setelah pemukim Israel tiba untuk memprotes di dekat desa tempat seorang pemukim dibunuh pekan lalu oleh warga Palestina.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Pasukan Israel membunuh 313 warga Palestina sepanjang 2021. Hal itu diungkap organisasi hak asasi manusia (HAM) B'Tselem yang berbasis di Israel dalam laporan terbarunya, Selasa (4/1). 

Israel disebut membunuh 236 warga Palestina di Jalur Gaza sepanjang 2021. Sebagian besar kematian terjadi saat Israel melancarkan serangan selama 11 hari ke wilayah itu pada Mei tahun lalu.

Baca Juga

Kemudian, sebanyak 77 warga Palestina dibunuh di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur. Dari jumlah tersebut, sembilan di antaranya merupakan anak-anak. Menurut B'Tselem terdapat tiga warga Palestina yang tewas akibat serangan pemukim Yahudi ekstremis atau pasukan yang mengawal pemukim.

"Anak Palestina lainnya ditembak seorang warga sipil Israel dan setelahnya oleh polisi perbatasan. Dua warga Palestina dibunuh pemukim bersenjata," ungkap B'Tselem dalam laporannya, dikutip laman Middle East Monitor.

B'Tselem menyatakan, 14 Mei 2021 merupakan hari paling mematikan di Tepi Barat sejak 2002. "13 warga Palestina terbunuh. Di antara mereka Nidal Safadi, Awad Harb, dan Ismail Tubasi. Ketiganya dibunuh pemukim bersenjata atau oleh tentara yang mengawal mereka," katanya.

B'Tselem menyebut, terdapat 336 insiden kekerasan yang dilakukan pemukim Yahudi terhadap warga Palestina sepanjang 2021. Jumlah itu meningkat jika dibandingkan dengan angka kekerasan oleh pemukim pada 2020, yakni sebanyak 251 kasus.

"Insiden-insiden ini memperjelas kekerasan pemukim bukanlah inisiatif pribadi tapi alat lain yang kurang formal, yang digunakan rezim apartheid Israel untuk mengambil alih lebih banyak tanah Palestina," kata B'Tselem.

Pada Senin (3/1), Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid mengungkapkan, Israel tidak akan merundingkan solusi dua negara dengan Palestina. Kebijakan tersebut bakal diterapkan bahkan ketika Lapid menjadi perdana menteri menggantikan rekan koalisinya, Naftali Bennett, pada 2023 mendatang.

“Bahkan setelah rotasi koalisi, saya akan tetap dengan orang-orang yang sama dan perbedaan pendapat yang sama. Saya berencana mendukung kesepakatan yang saya buat dengan mitra saya,” kata Lapid dalam sebuah pernyataan, dikutip laman Jerusalem Post.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement