Rabu 05 Jan 2022 17:37 WIB

Kunjungi Myanmar, PM Kamboja Ingin Redakan Krisis

Kamboja tetap mendorong agar Myanmar menjalankan lima poin konsensus.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Teguh Firmansyah
Perdana Menteri Kamboja Hun Sen
Foto: Antara/ICom/AM IMF-WBG/Afriadi Hikmal
Perdana Menteri Kamboja Hun Sen

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA --  Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen dijadwalkan mengunjungi Myanmar pada 7-8 Januari. Kunjungan Hun Sen merupakan upaya untuk meredakan krisis di Myanmar.

Tahun ini, Kamboja menjabat ketua bergilir blok Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).  Menteri Luar Negeri Kamboja, Prak Sokhonn, menolak kritik bahwa kunjungan Hun Sen akan melegitimasi junta Myanmar. Prak Sokhonn mengatakan, fokus Kamboja adalah memperbaiki situasi di Myanmar.

Baca Juga

"Upaya akan tetap fokus pada peta jalan perdamaian dan konsensus lima poin yang disepakati oleh para pemimpin ASEAN tahun lalu," kata Prak Sokhonn, dilansir Channel News Asia, Rabu (5/1).

Prak Sokhonn mengatakan, kunjungan tersebut bertujuan membuka jalan untuk menciptakan lingkungan kondusif, serta dialog inklusif dan kepercayaan politik di antara semua pihak terkait. Kunjungan utusan khusus ASEAN ke Myanmar telah ditunda setelah junta menolak mengizinkannya bertemu dengan pemimpin sipil yang digulingkan, Aung San Suu Kyi.

Sebagai tanggapan, ASEAN tersebut mengeluarkan pemimpin junta Myanmar dari pertemuan tingkat tinggi pada Oktober lalu. Ini merupakan tindakan yang jarang dilakukan oleh ASEAN. "Krisis Myanmar memiliki implikasi buruk bagi stabilitas regional, citra, kredibilitas, dan persatuan ASEAN," kata Prak Sokhonn.

Prak Sokhonn mengatakan, Kamboja sedang melakukan upaya untuk mengizinkan pemimpin junta Myanmar menghadiri pertemuan tingkat tinggi ASEAN.

Myanmar berada dalam kekacauan sejak kudeta tahun lalu. Lebih dari 1.400 orang tewas dalam tindakan keras militer untuk membungkam perbedaan pendapat, dan membubarkan aksi pro-demokrasi.

Park Sokhonn mengatakan, Myanmar berada di ambang perang saudara. Menurutnya, krisis di Myanmar semakin dalam dan semua komponen yang mengarah ke perang saudara sudah terlihat.

"Kami merasa, semua komponen untuk perang saudara sekarang ada di atas meja. Sekarang ada dua pemerintahan, ada beberapa angkatan bersenjata, orang-orang sedang menjalani apa yang mereka sebut gerakan pembangkangan sipil dan (ada) perang gerilya di seluruh negeri," ujar Prak Sokhonn.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement