REPUBLIKA.CO.ID, oleh Andri Saubani, Dian Fath Risalah, Fauziah Mursid
Vaksin Covid-19 produksi China, Sinovac dan Sinopharm disebut akan memberikan perlindungan dari penyakit berat, perawatan di RS, dan kematian akibat pinfeksi varian Omicron. Hal ini diungkapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Selasa (4/1).
Hasil asesmen dari Manajer Insiden WHO Abdi Mahamud diumumkan beberapa hari setelah beberapa studi mengindikasikan bahwa tiga dosis Sinovac dinilai tidak cukup memproduksi antibodi untuk mencegah infeksi Omicron. Dalam sebuah studi yang diisi para peneliti di Universitas Yale, Kementerian Kesehatan Republik Dominika dan beberapa institusi lain menyimpulkan, bahwa dua dosis Sinovac ditambah satu dosis booster Pfizer juga tak cukup mencegah infeksi Omicron.
Namun, Mahamud pada Selasa, menyatakan, meski Omicron mampu menghindari antibodi dan menyebabkan infeksi, bukti-bukti yang diterima WHO menyatakan bahwa vaksin tetap memberikan perlindungan pasien dari penyakit berat, perawatan di RS, dan kematian.
"Vaksin-vaksin memiliki ranking berbeda dalam hal kemampuan mencegah infeksi, namun yang kita tahu sejauh ini, vaksin dapat mencegah kematian. Prediksi kami, kemampuan vaksin untuk mencegah penyakit berat, perawatan RS, dan kematian akan terus terjaga," kata Mahamud dikutip SCMP.
“Apa yang kita lihat sekarang adalah bahwa yang melindungi pasien dari penyakit berat, perawatan di RS, dan kematian adalah respons dari sel T. Antibodi menurun dan sel T yang kita ketahui berasal dari vaksin, baik itu Sinovac dan Sinopharm, melakukan tugas pencegahan (penyakit berat)," kata Mahamud, menambahkan.
Mahamud menerangkan, tubuh manusia memiliki lapisan-lapisan kekebalan tubuh. Dan saat antibodi kita gagal untuk mencegah infeksi virus, sel T, sebuah tipe dari sel darah putih akan menyerang sel-sel yang terinfeksi dapat menjadi lapisan lain dalam sistem pertahanan tubuh.
"Sel-sel T tidak spesifik, sel T menggunakan sebuah mekanisme penyerangan tertentu. Sel T mempertahankan kemampuan untuk mengenali varian dan melindungi tubuh dari penyakit parah," kata Mahamud.
Studi terpisah di Afrika Selatan dan Belanda mengungkapkan, bahwa sel T tetap bisa melawan Omicron pada orang yang disuntik vaksin dengan platform mRNA.
Penelitian dari Universitas Sains dan Teknologi Hongkong dan Universitas Melbourne yang dipublikasikan jurnal Viruses, juga menemukan bahwa sel T yang muncul pada pasien sembuh atau sudah divaksinasi mampu mengenali serangkaian fragment dari protein Corona, yang disebut epitopes. Penelitian itu menyebut, respons tangguh sel T akan tetap efektif memunculkan respons imun melawan Omicron, atau varian lain, sehingga bisa mencegah munculnya penyakit berat.
Mahamud mengingatkan, masih terlalu dini untuk mengatakan bahwa dibutuhkan vaksin spesifik untuk melawan Omicron. Keputusan, kata Mahamud, tetap harus dikoordinasikan secara global, bukan hanya oleh perusahaan pemroduksi vaksin.
"Pendekatan terbaik untuk menghadapi Omicron adalah dengan mencapai tujuan global WHO, yakni mencapai cakupan 70 persen vaksinasi dari total populasi pada Juli daripada menawarkan kepada masyarakat rosis ketiga atau keempat."