Kamis 06 Jan 2022 04:54 WIB

PM Israel Diminta Hentikan Pertemuan dengan Presiden Palestina

Sebuah gerakan keamanan Israel minta PM Bennett hentikan pertemuan dengan Abbas

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Perdana Menteri Israel Naftali Bennett. Sebuah gerakan keamanan Israel minta PM Bennett hentikan pertemuan dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Ilustrasi.
Foto: EPA-EFE/MOTI MILROD
Perdana Menteri Israel Naftali Bennett. Sebuah gerakan keamanan Israel minta PM Bennett hentikan pertemuan dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Sebuah gerakan keamanan Israel, yang anggotanya mencakup mantan dan pensiunan pejabat keamanan, telah meminta Perdana Menteri Israel Naftali Bennett menghentikan pertemuan dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Mereka menilai Abbas adalah “musuh” Yahudi.

“Abu Mazen (Abbas) menyangkal terjadinya Holocaust (pembantaian Yahudi pada Perang Dunia II) dan mendanai pendidikan atas dasar kebencian terhadap Yahudi serta bahwa Israel tidak sah. Kita tidak mencampurkan hal-hal itu, karena Abu Mazen adalah musuh,” kata Brigadir Jenderal Amir Efifi yang menjadi direktur jenderal dalam gerakan tersebut dikutip Middle East Monitor, Rabu (5/10).

Baca Juga

Dia pun menuding Abbas sebagai pemimpin korup dan terlibat dalam pendanaan terorisme. Abbas, kata Efifi, mengucurkan dana setidaknya 0,39 miliar dolar AS per tahun untuk kegiatan terorisme. “Abbas juga memimpin kampanye global untuk mendelegitimasi Israel dan mempromosikan hasutan brutal serta anti-Semit dalam pendidikan Palestina,” ucapnya.

Pekan lalu, Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz menjamu kunjungan Mahmoud Abbas ke Israel di rumahnya. Mereka membahas pentingnya memperdalam koordinasi keamanan dan memerangi terorisme. Pertemuan mereka dikecam warga Palestina dan kelompok sayap kanan Israel.

Pada Senin (3/1) lalu, Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid mengungkapkan Israel tidak akan merundingkan solusi dua negara dengan Palestina. Kebijakan tersebut bakal diterapkan bahkan ketika Lapid menjadi perdana menteri menggantikan rekan koalisinya, Naftali Bennett, pada 2023 mendatang.

“Bahkan setelah rotasi koalisi, saya akan tetap dengan orang-orang yang sama dan perbedaan pendapat yang sama. Saya berencana mendukung kesepakatan yang saya buat dengan mitra saya,” kata Lapid dalam sebuah pernyataan dikutip laman Jerusalem Post.

Naftali Bennett dan partainya, Yamina, memang menentang pembentukan negara Palestina. Partai Menteri Kehakiman Israel Gideon Sa’ar, yakni New Hope Party, juga menolak berdirinya negara Palestina. Namun partai-partai lain dalam koalisi pemerintahan Bennett dan Lapid mengambil sikap sebaliknya. Mereka mendukung kemerdekaan Palestina.

Koalisi pemerintahan Israel saat ini memiliki mayoritas sempit sehingga mereka tidak dapat kehilangan dukungan dari salah satu partainya. Jika keretakan terjadi, pemilu dini dapat terjadi. “Karena itu tidak ada alasan bagi saya untuk menipu Palestina dan membuka proses diplomatik yang tidak memiliki koalisi di belakangnya. Itu akan merusak kredibilitas kami, yang mana penting,” ujar Lapid.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement