REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan label rekaman Indonesia, Digital Rantai Maya (DRM) menggugat TikTok dan ByteDance Inc. ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Januari 2021 lalu. Gugatan ini dilayangkan, karena TikTok dan ByteDance Inc dituding melanggar Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Dalam perkara ini, pemilik hak cipta DRM mengeklaim memiliki wewenang atas album, produk rekaman atau master rekaman lagu Surat Cinta Untuk Starla, Bukti, dan Selamat (Selamat Tinggal) yang dibawakan oleh Virgoun. Kemudian Virgoun diketahui memiliki perjanjian kerja dengan penggugat.
"Virgoun salah satu artis yang terikat perjanjian kerja sama secara eksklusif dengan DRM sebagai label/produser rekaman selaku pemilik hak terkait," ujar kuasa hukum DRM dari Gracia Law Firm, Nixon D.H Sipahutar dalam keterangannya, Rabu (5/1).
Menurut Nixon, ketentuan Pasal 1 angka 5 UU Hak Cipta, hak terkait adalah hak yang berkaitan dengan hak cipta yang merupakan hak eksklusif bagi pelaku pertunjukan, produser fonogram, atau lembaga penyiaran. Sedangkan produser fonogram adalah orang atau badan hukum yang pertama kali merekam dan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman suara atau perekaman bunyi, baik perekaman pertunjukan maupun perekaman suara atau bunyi lain, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (7) UU Hak Cipta.
Kemudian, lanjut Nixon, DRM menemukan data bahwa pada tahun 2017 TikTok dan ByteDance Inc., mendistribusikan produk hak terkait berupa master sound/master rekaman dari ketiga lagu Virgoun secara tanpa hak dan tanpa izin/lisensi dari DRM, selaku pemilik hak terkait. Dengan cara, mengunggah lagu-lagu tersebut ke server aplikasi video pendek yang dikembangkan oleh para tergugat yaitu platform yang bernama TikTok.
"Tindakan para tergugat tersebut dapat diduga telah melanggar hak terkait atas hak cipta milik DRM, dan dapat menimbulkan kerugian baik secara materiil maupun immateriil bagi DRM, dan sebaliknya para tergugat telah mendapatkan manfaat ekonomis dan meningkatkan goodwill-nya," jelas Nixon.
Sebenarnya, kata Nixon, pihak DRM sudah melakukan musyawarah dan menyelesaikan persoalan secara kekeluargaan dalam dua tahun terakhir. DRM juga melakukan pertemuan dengan TikTok tanggal 3 Oktober 2019 yang dilaksanakan di ruang meeting lt.17 SCTV Tower dan 18 Oktober 2019, yang dilaksanakan secara daring. Tapi dari korespondensi baik melalui email maupun pertemuan tak membuahkan hasil.
"Sehingga DRM melalui kuasa hukum membuat surat peringatan kepada ByteDance untuk segera menghentikan pelanggaran dan membayar ganti kerugian, namun para tergugat tetap tidak menunjukkan itikad baik," imbuhnya.
Nixon mengatakan, sejak sidang pertama dilaksanakan pada 22 April 2021, sampai sidang keempat tanggal 12 Oktober 2021, para tergugat tidak hadir di persidangan. Sementara pihak DRM bersama kuasa hukum, selalu hadir dan hingga saat ini persidangan masih bergulir.
Lalu, kata Nixon, kuasa hukum DRM pun meminta majelis hakim untuk menunda persidangan. Setidaknya sampai mendapatkan surat jawaban dari Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung Republik Indonesia.