Kamis 06 Jan 2022 18:30 WIB

Ungkap Urgensi Vaksin Booster, Epidemiolog: Berisiko Tinggi Harusnya Gratis

Epidemiolog menyebut untuk hadapi varian Omicron dua dosis vaksin tidak cukup

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Vaksinator menyuntikkan vaksin Covid-19 ke seorang anak di Taman Dewi Sartika, Jalan Wastukencana, Kota Bandung, Selasa (4/1). Pemerintah akan memulai vaksinasi Covid-19 dosis ketiga atau vaksinasi booster pada 12 Januari 2022 mendatang. Vaksinasi booster tersebut diberikan kepada 244 kabupaten/kota yang capaian vaksinasi telah memenuhi kriteria 70 persen dosis pertama dan 60 persen dosis kedua. Foto: Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Vaksinator menyuntikkan vaksin Covid-19 ke seorang anak di Taman Dewi Sartika, Jalan Wastukencana, Kota Bandung, Selasa (4/1). Pemerintah akan memulai vaksinasi Covid-19 dosis ketiga atau vaksinasi booster pada 12 Januari 2022 mendatang. Vaksinasi booster tersebut diberikan kepada 244 kabupaten/kota yang capaian vaksinasi telah memenuhi kriteria 70 persen dosis pertama dan 60 persen dosis kedua. Foto: Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengakui, semua kelompok sasaran yang telah mendapatkan vaksin Covid-19 dua dosis seharusnya kembali mendapatkan penguat (booster). Sebab, ada penurunan kemampuan vaksin dalam perlindungan tubuh usai 7 bulan disuntik.

Menurut Dicky, pelaksanaan vaksin booster berbeda dengan satu dan dua karena target utama pemerintah adalah mencapai dua dosis. Tetapi pada gilirannya semua masyarakat yang harus mendapatkan booster tidak terhindarkan.

Baca Juga

"Sebab, fakta sains menunjukkan untuk menghadapi varian omicron ternyata dua dosis vaksin tidaklah cukup. Apalagi ada penurunan proteksi setelah 7 bulan (disuntik), jadi semua masyarakat harus mendapatkan booster," ujarnya saat dihubungi Republika, Kamis (6/1).

Kendati demikian, ia menyadari kalau pemerintah menghadapi beban yang lebih besar. Sehingga, ia merekomendasikan pemerintah membuat prioritas. Kemudian mekanismenya harus lebih fleksibel menyikapi situasi. Ia meminta vaksin Covid-19 booster pertama kali diberikan pada kelompok berisiko. 

"Sejak awal saya mengusulkan penerima vaksin booster adalah kelompok berisiko tinggi seperti lansia, yang punya penyakit penyerta (komorbid), atau yang punya risiko tinggi dalam pekerjaannya yaitu petugas pelayanan publik atau tenaga kesehatan," ujarnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement