REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasna Korupsi (KPK) menetapkan Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi sebagai tersangka penerima hadiah atau gratifikasi dan suap lelang jabatan. Politisi partai Golkar itu ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan delapan orang lainnya setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (5/1), kemarin.
"Tangkap tangan yang melibatkan kepala daerah ini sekaligus menjadi PR kita bersama bahwa perbaikan sistem dan tata kelola pemerintahan yang akuntable dan transparan harus terus ditingkatkan guna mencegah tindak pidana korupsi tidak kembali terulang," kata Ketua KPK, Firli Bahuri dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (6/1).
KPK menetapkan total lima tersangka penerima suap. Selain Rahmat Effendy, ada Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP, M Bunyamin; Lurah Kati Sari, Mulyadi alias Bayong; Camat Jatisampurna, Wahyudin; dan Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertahanan Kota Bekasi, Jumhana Lutfi.
Lembaga antirasuah juga menetapkan empat tersangka lain sebagai pemberi suap. Mereka adalah Direktur PT MAM Energindo Ali Amril, Lai Bui Min alias Anen, Direktur PT Kota Bintang Rayatri dan PT Hanaveri Sentosa Suryadi, dan Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin.
Para tersangka dilakukan penahanan di rumah tahanan selama 20 hari pertama sejak Kamis ini sampai Selasa (25/1). Firli mengatakan, para tersangka ditemparkan di rutan terpisah yakni tersangka Ali Amril, Lai Bui Min alias Anen, Suryadi, Makhfud Saifudin ditahan di Rutan Pomdam Jaya Guntur.
Sedangkan Rahmat Effendi dan Wahyudin ditempatkan di Rutan gedung Merah Putih. Sementara tiga tersangka lainnya, M Bunyamin, Mulyadi, dan Jumhana Lutfi menghuni Rutan KPK pada Kavling C1.
"Untuk upaya mencegah penyebaran wabah Covid-19, para rersangka akan dilakukan isolasi mandiri pada rutan masing-masing," kata Firli lagi.