Kamis 06 Jan 2022 21:36 WIB

China akan Tunjuk Utusan Khusus untuk Tanduk Afrika

China sarankan negara di Tanduk Afrika gelar pembicaraan damai.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Teguh Firmansyah
Menteri Luar Negeri China, Wang Yi menunggu untuk bertemu dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Minggu, 31 Oktober 2021 di sebuah hotel di Roma di sela-sela KTT Pemimpin Dunia G20.
Foto: AP/Tiziana Fabi/AFP POOL
Menteri Luar Negeri China, Wang Yi menunggu untuk bertemu dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Minggu, 31 Oktober 2021 di sebuah hotel di Roma di sela-sela KTT Pemimpin Dunia G20.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China akan menunjuk utusan khusus untuk Tanduk Afrika, sebagai upaya mengatasi tantangan keamanan. Pengumuman penunjukkan utusan khusus tersebut bertepatan saat Utusan Khusus Amerika Serikat (AS) untuk Tanduk Afrika, Jeffrey Feltman akan mengundurkan diri pada akhir Januari.

Feltman akan digantikan oleh David Satterfield, yang merupakan duta besar AS untuk Turki. Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, mengatakan, Cina perlu menunjuk utusan khusus untuk berbagi konsensus politik. "Untuk berbagi konsensus politik dan untuk mengoordinasikan tindakan, China akan menunjuk utusan khusus Kementerian Luar Negeri China untuk Tanduk Afrika," kata Wang.

Baca Juga

Selain itu, Wang pada Kamis (6/1/2022) telah menyarankan agar negara-negara di kawasan Tanduk Afrika mengadakan pembicaraan damai. Dalam konferensi pers di pelabuhan Mombasa, Kenya, Wang mengatakan, negara-negara Tanduk Afrika harus menentukan nasib mereka sendiri.  "Kami menyarankan negara-negara di kawasan ini untuk mengadakan konferensi tentang perdamaian di Tanduk Afrika," kata Wang.

Wilayah Afrika terancam oleh ketidakstabilan di Sudan Selatan. Termasuk militansi Islam di Somalia, yang sering meluas menjadi serangan mematikan terhadap warga sipil di negara tetangga Kenya.

China memiliki kepentingan dan telah berinvestasi secara besar-besaran di beberapa negara Afrika. China mempunyai pangkalan angkatan laut yang besar di Djibouti, dan telah memberikan pinjaman besar kepada Ethiopia.

Seperti dilansir BBC, Kamis (6/1/2022), China adalah salah satu negara kreditur tunggal terbesar di dunia.  Pinjamannya ke negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah telah meningkat tiga kali lipat selama dekade terakhir, yaitu mencapai 170 miliar dolar AS pada akhir 2020.

Penelitian oleh AidData, sebuah badan pembangunan internasional di William & Mary University di AS, menemukan bahwa, setengah dari pinjaman Cina ke negara-negara berkembang tidak dilaporkan dalam statistik utang resmi. Catatan pinjaman itu sering disimpan di neraca pemerintah, termasuk perusahaan milik negara, bank, usaha patungan atau lembaga swasta.

Menurut AidData, ada lebih dari 40 negara berpenghasilan rendah dan menengah yang berutang kepada China. Ukuran utang mereka lebih dari 10 persen, dari ukuran output ekonomi tahunan (PDB) mereka sebagai akibat dari "utang tersembunyi" ini. Beberapa negara seperti Djibouti, Laos, Zambia, dan Kirgistan memiliki utang ke Cina yang setara dengan setidaknya 20 persen dari PDB tahunan mereka.

Sebagian besar utang ke Cina terkait dengan proyek infrastruktur besar seperti jalan, kereta api, dan pelabuhan. Termasuk industri pertambangan dan energi, di bawah Inisiatif Belt and Road oleh Presiden Cina Xi Jinping.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement