Kamis 06 Jan 2022 21:43 WIB

Waduh, Nelayan Aceh Ini Minta Suntik mati ke Pengadilan, Ada Apa?

Permohonan suntik mati dilakukan karena dia tertekan dengan kebijakan pemerintah Aceh

Nelayan mempersiapkan jaring pukat darat untuk menangkap ikan secara tradisional  (ilustrasi)
Foto: Antara/Irwansyah Putra
Nelayan mempersiapkan jaring pukat darat untuk menangkap ikan secara tradisional (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Nelayan bernama Nazaruddin Razali (59), warga Desa Pusong, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe, Aceh mengajukan permohonan suntik mati atau eutanasia ke pengadilan negeri setempat. Nazaruddin Razali, di Lhokseumawe, Kamis (6/1/2022) mengatakan permohonan eutanasia tersebut dilakukannya, karena dia mengaku tertekan dengan kebijakan Pemerintah Kota Lhokseumawe yang akan merelokasi keramba budi daya ikan di Waduk Pusong.

"Jika pemerintah tidak peduli lagi kepada kami para petani keramba di Waduk Pusong, saya minta disuntik mati saja di depan Wali Kota Lhokseumawe beserta Muspika Banda Sakti," kata Nazaruddin.

Baca Juga

Nazaruddin Razali mendaftarkan permohonan suntik mati tersebut ke Pengadilan Negeri Lhokseumawe pada 6 Januari 2022. Permohonan tersebut sudah teregistrasi dengan nomor surat PNL LSM-01-2022-KWS.

Nazaruddin Razali mengatakan, mengajukan permohonan tersebut karena menilai negara tidak berpihak kepada nelayan keramba yang sudah turun-temurun menggantungkan hidup di waduk tersebut untuk memenuhi kebutuhan keluarga. "Saya harus menanggung beban untuk membiayai kehidupan istri dan tiga anak-anak serta dua cucu. Jika usaha keramba budi daya ikan digusur, bagaimana nasib kami. Makanya lebih baik saya disuntik mati saja," kata Nazaruddin Razali.

Selain itu, kata Nazaruddin, dirinya kesulitan ekonomi sejak Pemerintah Kota Lhokseumawe mengumumkan air Waduk Pusong tercemar limbah. Akibat pengumuman tersebut membuat masyarakat takut untuk membeli ikan hasil budi daya para nelayan keramba di Waduk Pusong, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe.

"Katanya air waduk mengandung limbah. Padahal, kami sudah puluhan tahun makan ikan budi daya di waduk dan juga setiap hari mandi, tapi tidak mengalami masalah kesehatan," kata Nazaruddin pula.

Ia mengatakan dia semakin tertekan dan ketakutan, karena setiap harinya didatangi pihak kecamatan untuk segera mengosongkan lokasi budi daya keramba tersebut. "Saya sangat trauma, karena setiap hari ada aparat yang datang. Kejadian ini mengingatkan saya seperti masa konflik masa lalu. Kami berharap penggusuran ini segera dibatalkan karena ini menyangkut dengan penghidupan kami," kata Nazaruddin Razali.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement