Kamis 06 Jan 2022 22:55 WIB

Adzan Dikumandangkan tidak Tepat Waktu, Apa Hukumnya?  

Adzan merupakan syiar agama yang sakral menurut syariat Islam

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nashih Nashrullah
Adzan merupakan syiar agama yang sakral menurut syariat Islam. Ilustrasi adzan
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Adzan merupakan syiar agama yang sakral menurut syariat Islam. Ilustrasi adzan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pada umumnya secara syariat, adzan dikumandangkan di awal waktu sholat. 

Lantas bagaimana jika adzan dikumandangkan tidak di awal waktu sebab, fungsi adzan adalah untuk memberitahu akan masuknya waktu sholat? 

Baca Juga

Ibnu Al Qayyim Al Jauziyyah dalam kitab Fikih Sholat menjelaskan, jika adzan tidak dilakukan pada awal waktu maka tidak disyariatkan untuk adzan lagi setelah itu jika di daerah tersebut ada muadzin lain yang telah melakukannya. Akan tetapi jika terlambatnya sebentar, maka tidak mengapa untuk melakukan adzan.

Adapun jika di dalam suatu daerah tidak ada muadzin selain dia, maka dia harus melakukan adzan meskipun sudah terlambat beberapa saat. Karena hukum adzan adalah fardhu kifayah, sementara di waktu itu tidak ada muadzin lain melakukannya, maka wajib baginya untuk mengumandangkan adzan.

Sebab dia memiliki tanggung jawab dan biasanya orang-orang menunggu adzan dikumandangkan. Sedangkan bagi orang yang berpergian, maka disyariatkan baginya adzan meskipun hanya sendirian.

Hal ini sebagaimana hadits riwayat Abu Sa’id, bahwasannya dia pernah berkata kepada seseorang, “Jika engkau sedang menggembala kambingmu atau di padang sahara, maka angkatlah suaramu untuk melakukan adzan. Karena sesungguhnya jin maupun manusia atau yang lain tidak akan mendengar suara muadzin kecuali mereka akan menjadi saksi baginya pada Hari Kiamat.” 

Keutamaan adzan 

Adzan merupakan panggilan yang disyariatkan sebagai penanda masuknya waktu sholat fardhu bagi umat Islam. Berkaitan dengan pentingnya adzan ini, Nabi Muhammad ﷺmenjelaskan beberapa keutamaannya, khususnya bagi orang-orang yang mengumandangkan adzan (muazin atau bilal).

Pertama, memperoleh kemuliaan spesial pada hari kiamat. 

إِنَّ الْمُؤَذِّنِينَ أَطْوَلُ النَّاسِ أَعْنَاقًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Sesungguhnya para muadzin itu adalah orang yang paling 'panjang lehernya' pada hari kiamat.” (HR Muslim, Ahmad, dan Ibnu Majah). 

Menurut ulama, maksud 'panjang leher' ini adalah orang yang paling banyak pahalanya, paling banyak mengharapkan ampunan dari Allah, paling bagus balasan amal perbuatannya, dan orang yang paling dekat dengan Allah.   

يُغْفَرُ لِلْمُؤَذِّنِ مَدَّ صَوْتِهِ، وَيَشْهَدُ لَهُ كُلُّ رَطْبٍ وَيَابِسٍ، وَشَاهِدُ الصَّلَاةِ يُكْتَبُ لَهُ خَمْسٌ وَعِشْرُونَ، وَيُكَفَّرُ عَنْهُ مَا بَيْنَهُمَا

Kedua, mendapatkan ampunan, sebagai saksi dan pahala yang berlipat ganda. “Orang yang adzan akan diampuni kesalahannya oleh Allah sepanjang suaranya. Dan, akan menjadi saksi baginya segala apa yang ada di bumi, baik yang kering ataupun yang basah. Sedangkan, orang yang menjadi saksi sholat akan dicatat baginya pahala dua puluh lima sholat dan akan diampuni darinya dosa-dosa antara keduanya.” (HR Abu Dawud dan Nasai). 

Imas Damayanti

 

 

 

 

    

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement