Jumat 07 Jan 2022 19:00 WIB

Kasus Ferdinand Hutahean Naik ke Penyidikan, Statusnya Masih Terlapor

Sebanyak 15 saksi dan ahli telah diperiksa terkait cuitan Ferdinand di twitter.

Rep: Bambang Noroyono / Red: Ilham Tirta
Aktivitas media sosial Ferdinand Hutahaean.
Foto: dok. Republika
Aktivitas media sosial Ferdinand Hutahaean.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bareskrim Polri menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terkait kasus ujaran kebencian yang dilakukan oleh terduga Ferdinand Hatahaean. SPDP terbitan Direktorat Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Polri tersebut keluar pada Kamis (6/1).

“Terbitnya SPDP tersebut menandakan kasus ujaran kebencian tersebut sudah berstatus penyidikan,” kata Kepala Biro Penerangan dan Masyarakat (Karo Penmas) Mabes Polri, Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (7/1).

Baca Juga

Ramadhan mengatakan, tim penyidik Dirtipid Siber Bareskrim juga sudah menyampaikan surat pemanggilan terhadap Ferdinand Hutahaean untuk diperiksa terkait dugaan perbuatannya. Penyidik Bareskrim Polri, kata Ramadhan, menjadwalkan pemeriksaan terhadap Ferdinand Hutahaean pada Senin (10/1).

Pemeriksaan tersebut sebagai tindak lanjut proses penyidikan yang sudah dimulai sejak kemarin. Pemeriksaan tersebut, akan menentukan apakah dugaan perbuatan yang dilakukan oleh Ferdinand Hutahaean dapat disebut perbuatan tindak pidana dan pantas untuk ditetapkan tersangka pun dimintakan pertanggungjawaban hukum.

Tetapi, sampai hari ini, kata Ramadhan, status Ferdinand Hutahaean masih terlapor. Ramadhan menjanjikan Mabes Polri akan transparan dan profesional dalam penanganan kasus ujaran kebencian tersebut. Sebab, selain meresahkan, dugaan perbuatan yang dilakukan oleh Ferdinand Hutahaean memancing keonaran publik.

“Tentu kasus ini akan kita tangani secara profesional. Dan tentunya, kita menunggu apa hasil dari penyidikan ini,” terang Ramadhan.

Sementara itu, proses penyidikan terus berjalan. Menurut Ramadhan, tim penyidik sudah melakukan serangkaian pemeriksaan saksi-saksi. Pada Jumat (7/1), kata dia, tim penyidikan memeriksa 10 orang saksi tambahan.

“Lima yang diperiksa adalah saksi, dan lima lainnya diperiksa sebagai saksi ahli,” ujar Ramadhan. Total para saksi terperiksa sejak Kamis (6/1), kata dia, sudah berjumlah 15 orang.

Sementara ini, basis penyidikan yang dilakukan Bareskrim mengacu pada Pasal 45 A ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 UU ITE 11/2008 dan Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 KUH Pidana.

“Yang dilaporkan adalah kaitan dengan menyebarkan informasi bermuatan permusuhan, dan kebencian berdasarkan SARA menyebarkan pemberitaan bohong, yang dapat menerbitkan keonaran, dan kegaduhan di kalangan masyarakat,” ujar Ramadhan.

Sejumlah orang mendatangi Bareskrim Polri pada Rabu (5/1) sore untuk pelaporan. Salah satunya, dari Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). Mereka datang untuk melaporkan Ferdinand Hutahaean terkait dengan cuitan pegiat sosial itu, di media sosial (medsos) twitter.

Ferdinand Hutahaean, pengguna akun @FerdinandHaen3 itu sebelumnya mencuitkan kalimat, ‘Allahmu lemah harus dibela, Allahku luar biasa tak perlu dibela’.

KNPI menilai, ungkapan Ferdinand tersebut mengandung unsur kebencian terhadap agama dan keyakinan tertentu.

“Tujuan kami datang ke Bareskrim Polri hari ini, melaporkan Ferdinand Hutahaen karena tweet dia yang benar-benar meresahkan, dan merusak kesatuan serta membuat gaduh,” kata Ketua DPP KNPI Haris Pertama di Bareskrim Polri, Rabu (5/1).

Ferdinand sempat membuat klarifikasi terkait cicitannya tersebut. Menurut dia, itu hanya dialog imajiner antara hati dan pikirannya.

Namun, Pakar Linguistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Makyun Subuki menilai klarifikasi yang dilakukan Ferdinand hanya untuk membela diri. “Klarifikasi dia (Ferdinand) bahwa cuitan itu hanyalah dialog antara dirinya dan ‘dirinya’ omong kosong,” kata Makyun kepada Republika.co.id, Kamis (6/1).

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement