REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa mengkonsolidasikan lembaga penelitian ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memang memiliki konsekuensi. Namun, hal tersebut bukan berarti negara menihilkan penelitian.
"Bukan untuk menihilkan lembaga-lembaga itu, tetapi justru untuk memperkuat agar penelitian bekaitan dengan seluruh aspek kehidupan bangsa dan negara seluruh apa yang dimiliki bangsa ini bisa kembangkan jauh lebih profesional," ujar Hasto di Sekolah Politik PDIP, Jakarta, Jumat (7/1/2022).
Ketua Umum PDIP yang juga Ketua Dewan Pengarah BRIN Megawati Soekarnoputri, kata Hasto, menginginkan agar sumber daya Indonesia dimanfaatkan oleh masyarakatnya. Tujuannya untuk membawa kemandirian bangsa.
Ia menceritakan saat Megawati mengomentari peneliti asal Perancis yang melakukan penelitian dan ekspor terhadap berbagai jenis bambu di Indonesia. Megawati saat itu heran, mengapa hal tersebut bukan dilakukan oleh orang Indonesia.
"Mengapa untuk jaringan bambu saja itu orang Perancis yang kembangkan, kenapa tidak kita? Dengan demikian riset inovasi menyentuh hal sendi kehidupan kita. Oleh karena itu BRIN dirancang dengan politik research untuk mempercepat kita, kita berdikari dengan ilmu pengetahuan riset dan inovasi," ujar Hasto.
Anggota Komisi VII DPR Fraksi PDIP dimintanya untuk mengedepankan dialog dalam proses peleburan lembaga riset ke BRIN. Agar BRIN dapat mensosialisasikan berbagai rencana strategis melalui kegiatan riset dan inovasi itu.
"Tanpa riset dan inovasi, tanpa ilmu pengetahuan, nonsense kita bisa menjadi bangsa yang besar," ujar Hasto.
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko menuturkan tidak ada pemecatan terhadap sejumlah tenaga honorer di Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman yang bergabung dengan BRIN. Dia mengatakan, kontrak mereka memang telah berakhir pada Desember 2021.
Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017, PP Nomor 17 Tahun 2020, dan PP Nomor 49 Tahun 2018 sebagai turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014, lembaga pemerintah sudah tidak dibolehkan merekrut personel sebagai individu, selain dengan skema PNS dan PPPK dengan batas hingga 2023. Handoko mengatakan sesuai regulasi, honorer hanya bisa dikontrak selama satu tahun anggaran.
"Sehingga, tidak benar bahwa mereka diberhentikan karena ada integrasi. Tetapi, karena sesuai kontrak hanya satu tahun dan sesuai regulasi, kami sudah tidak bisa lagi merekrut honorer," ujarnya di Jakarta, Kamis (6/1).